BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 12 November 2016

Tak Ada Ide


Cerpen Agus Pribadi

Sebagai pengarang yang mulai naik daun, hari ini aku merasa heran. Tak ada ide. Sudah kucoba mencarinya, namun tak juga kumenemukannya. Aku mencoba keluar rumah, pergi ke sawah, naik sepeda, mengunjungi saudara. Tetap saja tak ada ide.
Gambar Pixabay.com
Entahlah mungkin karena hari ini aku begitu sibuk. Tadi malam ada yang mengundangku jadi pembicara seputar kepenulisan. Pulangnya kehujanan. Ya, mungkin itu salah satu penyebabnya. Tapi belum tentu juga. Aku tak boleh menyalahkan sesuatu di luar diriku. Aku harus menemukan ide. Jangan sampai aku kembali tenggelam gara-gara tak menemukan ide.
Biasanya aku menulis dengan mudah, melihat orang ditepi jalan saja bisa kujadikan ide menulis cerita. Melihat foto profil Facebook juga bisa menjadi ide cerita. Seakan-akan dunia ini dipenuhi dengan cerita. Menuliskannya pun sangat mengalir seperti air yang mengalir pada pipa besar bebas hambatan. Seperti air terjun yang airnya mengalir deras ke bawah.
Dan hari ini aku benar-benar menyerah. Aku sudah mengunjungi salah satu pakar cerpen yang kebetulan juga temanku.
“Apa harus menulis setiap hari?” tanya Bondan, temanku yang juga pakar cerpen.
“Ya tidak harus sih. Tapi aku kan sedang mencoba menulis setiap hari.”
“Bisa saja menulis setiap hari, tapi kan tidak harus dipaksakan.”
“Jadi saranmu padaku?”
“Ya, itu tadi.”
Aku meinggalkan temanku ketika aku belum paham benar apa yang dia ucapkan, seperti ia tidak mendukungku. Dia ingin aku yang wajar-wajar saja, tapi aku ingin berarya sebanyak-banyaknya.
Esok harinya aku kebali mencoba mencari ide. Tadi malam aku tidur nyenyak dengan harapan esok paginya pikiranku segar kebali dan ide akan berdatangan. Tapi harapanku itu tak juga menjadi kenyataann. Pagi hari yang sejuk tak juga muncul ide sampai matahari mulai malu-malu memancarkan sinarnya. Aku kembali mencoba mencari ide. Aku mondar-mandir di depan rumah seperti orang sedang memikirkan sesuatu yang berat.
“Hei, Di. Apa yang sedang kau pikirkan tampaknya kau begitu serius?” tanya Anto temanku sejak kecil.kebetulan ia sedang lewat rumahku, pulang dari warung.
“Tak memikirkan apa-apa, To,” sahutku santai.
Aku pun pergi ke pantai. Melihat lautan yang luas. Aku bertanya pada diri sendiri. kenapa pikiranku tak seluas lautan itu? aku tak mampu menampung ide-ide yang sebenarnya banyak sekali namun menjadi tidak ada karena mungkin pikiranku yang terlalu sempit. Andai pikiranku seluas lautan itu pasti aku akan menulis cerita sebanyak-banyaknya.
Ketika aku melihat debur ombak membentur batu karang, aku iri pada batu karang yang dengan teguh bertahan dari hempasan ombak. Sementara aku, merasa kesulitan menemukan ide dan belum mampu mengatasinya.
Aku menyewa sebuah perahu, bersama pemilik perahu aku mengarungi lautan. Indah sekali pemandangannya. Namun aku tetap saja tidak menemukan ide. Padahal aku melewati tanaman bakau yang indah. Ada burung-burung di atasnya. Ada kepiting di tepian.
Aku pulang ke rumah dengan pikiran hampa. Pada hari ketiga sejak aku merasa tak menemukan ide, tetap saja aku tak memiliki ide. Aku membaca-baca lagi karya-karyaku yang sudah dimuat di koran-koran. Cerpen-cerpen yang aku tulis dengan mudah, hanya dengan melihat sesuatu saja, pada waktu itu, bisa aku tuliskan menjadi sebuah cerpen yang menawan.
Aku juga membaca cerpen-cerpen karya penulis lain baik yang ada di koran, maupun yang ada pada buku antologi baik yang tunggal ataupun yang banyak orang. Tulisan-tulisan mereka umumnya bagus, diksinya kaya, ceitanya enak dinikmati dan diresapi maknanya. Aku suka penulis-penulis dalam negeri baik yang sudah lama berkecimpung maupun yang belum lama.
Pada hari ketujuh tanpa ide, kebetulan hari minggu, aku benar-benar tak peduli lagi dengan ide. Aku memutuskan akan istirahat tanpa menulis di rumah saudara. Aku tak membawa laptop. Aku juga tak membawa android. Aku tak berkesempatan lagi untuk menulis apa-apa. Aku akan santai-santai saja di rumah saudara.
“Kenapa kau tak membawa laptop? Biasanya kau membawa laptop saat kemari, apa karena kau tak cinta lagi sama menulis? Baru setahun dua tahun kau menulis tapi sepertinya kau merasa sudah cukup ilmu,” tanya saudaraku yang juga sesekali menulis cerpen atau puisi ke media, ada yang dimuat tapi banyak yang ditolaknya juga.
“Aku tetap cinta menulis, hanya saja aku ingin beristirahat sehari ini.”
“Bagus itu, itu berarti kau tak egois hanya memikirkan diri sendiri. ada orang di sekitarmu juga butuh perhatianmu, misalnya anak dan istri. Mereka juga memiliki hak untuk bisa berkomunikasi denganmu secara langsung tanpa disertai dengan melakukan aktivitas lain, mengetik misalnya.
Dan ketika aku benar-benar mulai menerima atas tak adanya ide itu, muncullah ide menulis cerita. Aku mencari-cari laptop. Biasanya begitu ide ketemu aku langsung membuka laptop dan berusaha mengetik ide itu dan menjadikannya cerita. Kali ini tak ada fasilitas yang bisa kugunakan untuk menulis cerita. Semua ada di rumah. aku enggan mengambilnya karena jaraknya sekitar 40 km. Akhirnyal ide yang kudapatkan kembali menguap. Aku seperti menjadi pengarang tanpa karya.
Banyumas, 30 Maret 2016

Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Arsip

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA