BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 12 November 2016

Kisah Penjual Bensin Eceran


Cerpen Agus Pribadi

Sudah setahun Lambang berjualan bensin eceran dan juga warung kecil-kecilan. Awalnya, ia hanya membuka warung yang menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari. Namun, ia sering melihat orang menuntun sepeda motor dan menanyakan bensin padanya. Akhirnya, ia menyediakan bensin eceran meski untungnya tak seberapa.
Gambar Pixabay.com
Lambang sangat menikmati dalam berjualan meskipun warungnya tidak terlalu ramai pembeli dan juga pembeli bensinnya tidak pernah antre, hanya sekitar lima sampai sepuluh botol yang terjual per harinya. Ketika ada orang yang membeli bensin atau keperluan yang disediakan warung lainnya, hati Lambang akan merasa sangat senang. Senang bukan karena mendapat keuntungan yang tak seberapa itu, namun senang karena ada yang membeli dagangannya. Hari-hari dilalui Lambang dengan telaten untuk melayani pelanggannya. Lambang sangat menikmati dengan kegiatannya itu. Pernah ada yang menawarinya pekerjaan dengan gaji yang besar namun dengan halus Lambang menolaknya.
“Lebih baik aku di sini saja, mengembangkan warung sedikit demi sedikit,” itu jawaban Lambang pada orang yang mengajaknya bekerja di kota.
Selama berjualan Lambang menjumpai berbagai karakter manusia. Ada orang yang kehabisan bensin namun tidak membawa uang, orang itu memberikan telpon genggamnya pada Lambang sebagai jaminan. Ada juga orang yang mengatakan akan membeli bensin namun ternyata berhutang. Lambang tahu orang itu berhutang setelah menuang bensin ke dalam tangki motor, orang itu baru mengatakannya. Dan, setelah ditunggu-tunggu orang itu tidak pernah datang lagi. Yang paling membuat Lambang merasa dongkol hatinya adalah ketika ada yang mengambil dua botol bensinnya tanpa membayar. Lambang mondar-mandir di depan warungnya memikirkan bensinnya yang hilang dua botol itu. Dalam hatinya sangat heran kenapa ada yang tega mengambil dua botol tanpa membayar.
Warung Lambang juga menyediakan pula all operator. Meski pembelinya tidak banyak namun Lambang juga merasa menikmatinya sama dengan melayani orang membeli obat nyamuk, gula pasir atau kebutuhan lainnya. Yang membuat Lambang bimbang adalah ketika ada tetangga yang berhutang di warungnya. Mau tidak boleh tapi tidak enak. Mau boleh tapi nanti saatnya mencari barang-barang untuk dijual lagi bingung sendiri. Namun Lambang seringkali membolehkan tetangga untuk berhutang.
“Biarlah saling membantu sesama hidup,” demikian jawaban Lambang dalam menjawab pertanyaan tentang bagaimana sikapnya pada orang yang berhutang.
Kalau ada yang membeli di warungnya seringkali pembeli itu memberi saran dan masukan pada Lambang.
“Kalau warung ini menyediakan kebutuhan sehari-hari dalam jumlah yang lebih banyak lagi, tentu akan membuat warung Lambang akan semakin ramai oleh pengunjung,” ucap seorang pembeli yang sedang berada di warung Lambang. Mendengar saran itu biasanya Lambang akan tersenyum dan mengiyakan. Namun dalam hati Lambang memaklumi diri sendiri kenapa dagangannya tidak lengkap, masalahnya hanya pada keuangan untuk modal agar warungnya lengkap. Lambang belum memiliki penghasilan tambahan untuk menambah modal.
Tantangan lain yang dihadapi Lambang adalah banyaknya tukang kredit harian yang menawarkan modal padanya. Namun dengan halus Lambang menolaknya. Lambang tak mau terjerat hutang yang menumpuk. Lebih baik warung kecil tapi tak punya hutang dari pada warung besar namun hidup seperti dikejar-kejar hutang. Tantangan lainnya adalah banyaknya sales yang menawarkan dagangannya untuk dijual di warung Lambang. Seringkali Lambang tak enak untuk menolaknya sehingga terkadang ia membeli barang yang tidak laku terjual.
Tantangan lain datang dari keluarganya yang sebenarnya tidak setuju kalau lambang membuka warung di depan rumah. bukan karena warungnya di depan rumah yang membuat keluarganya tidak setuju, melainkan lambang seorang sarjana yang kalau mau ia bisa saja bekerja dengan gaji yang lumayan besar.
“Untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi kalau hanya untuk berjualan bensin eceran. Untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi kalau hanya untuk berjualan pulsa kecil-kecilan. Untuk apa dulu kau kuliah kalau setelah jadi sarjana kau hanya menjadi penjual warung kecil-kecilan. Kalau tahu akan seperti ini dulu aku tidak mau membiayai kuliahmu!” Hampir setiap malam ayah menyampaikan hal itu sampai Lambang hapal di luar kepala. Jika mendengar ayahnya mulai menyampaikan perihal ketidak sukaannya kalau ia membuka warung, maka Lambang akan membenamkan wajahnya di bawah bantal. Lambang sudah tahu apa yang dibicarakan ayahnya karena hampir setiap malam diulang seperti pita kaset yang diputar berulang-ulang. Mendengar seperti itu Lambang hanya mencoba tersenyum. Lambang sudah tidak kaget lagi kalau ayahnya menjadi penentang akan usahanya itu.
Lambat laun warung Lambang semakin besar dan semakin ramai pembeli. Namun lambang tidak berniat untuk memperbesar warungnya menjadi sebuah toko yang megah. Lambang hanya bermimpi bisa membuka warung-warung sederhana di beberapa tempat. Ia bermimpi untuk bisa memberdayakan keluarga dan lingkungan terdekatnya.[]
Banyumas, 18 Maret 2016

Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Arsip

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA