BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Senin, 12 Februari 2024

Kang Limun Terbang ke Langit

 


Kang Limun Terbang ke Langit

Cerpen Agus Pribadi

 

Pagi hari, Kang Limun sudah mematut diri di depan cermin. Ia merasa gagah mengenakan pakaian linmas kebanggaannya. Pakaian yang biasa dikenakannya saat ada acara-acara penting di kampungnya, seperti: pilkades, pertunjukan wayang kulit, resepsi tujuh belasan, dan acara lainnya. Tidak hanya merasa gagah, Kang Limun juga merasa bangga karena hari ini ia akan menjadi petugas keamanan TPS dalam pemilu tahun 2019, bersama Kang Dimin. Ia bertugas di pintu masuk, sementara Kang Dimin bertugas di pintu keluar.

Tidak hanya dirinya, Yu Surti yang sedari tadi mengamati Kang Limun mematut diri di depan cermin juga merasa bangga melihat suaminya begitu gagah dengan seragam linmasnya.

“Semangat sekali kamu hari ini, Kang?” tanya Yu Surti.

“Harus dong. Ini kan kesempatanku ikut berpartisipasi sekecil apapun untuk bangsa dan negara tercinta ini,” jawab Kang Limun sambil membetulkan ikat pinggangnya.

Yu Surti manggut-manggut. Hari ini ia melihat suaminya tampak begitu gagah. Dua puluh lima tahun pernikahan dan dikaruniai seorang anak lelaki dan dua orang cucu dari anaknya itu, baru kali ini ia melihat suaminya dengan perasaan bangga dan penuh cinta. Hatinya semakin bombong karena suaminya berjanji akan memberikan semua honor menjadi petugas keamanan kali ini untuknya.

“Aku berangkat dulu ya,” ucap Kang Limun sambil mengecup kening istrinya, sebuah sikap romantis yang jarang dilakukannya.

Kang Limun melangkah gontai meninggalkan rumah menuju ke TPS yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Yu Surti hanya bisa melihat kepergian suaminya dari depan pintu rumah. Ia melihat pujaan hatinya itu seperti gatotkaca yang sedang berjalan.

Yu Surti teringat dulu semasa mudanya, Kang Limun adalah jagoan kampungnya. Jika ada keributan di kampung, Kang Limun mampu mengatasinya. Ia terbayang dulu saat pulang dari mengikuti pengajuan di Masjid ujung desa. Saat berjalan sendiri, ia dihadang oleh tiga orang pemuda mabuk. Ia berteriak minta tolong. Kebetulan Kang Limun yang waktu itu masih bujangan lewat. Ketiga pemuda itu lari terbirit-birit karena tahu siapa pemuda yang dihadapi mereka. Hati Yu Surti pun luluh saat Kang Limun melamarnya. Gadis mana yang tak luluh pada pemuda segagah Gatotkaca.

Sesampai di TPS, Kang Limun bersiap mengikuti acara pengambilan sumpah oleh ketua KPPS. Delapan orang tampil ke depan. Enam anggota KPPS, dua petugas keamanan. Sebelum pengambilan sumpah, semua yang hadir berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kang Limun merasa bangga, ada embun yang siap jatuh di pelupuk matanya.

Pukul 07.30 acara pemungutan suara dimulai. Dengan semangat Kang Limun membantu menertibkan pemilih yang antri di meja pendaftaran dan menunggu bilik suara kosong. Sampai pukul satu siang, Kang Limun nyaris tidak beristirahat mengamankan keadaan. Selama itu, para pemilih silih berganti keluar masuk bilik suara. Di dalam bilik suara para pemilih membutuhkan waktu beberapa saat karena harus mencoblos lima surat suara.

Saat istirahat siang, Kang Limun menuju ke musala di dekat TPS untuk salat Zuhur. Usai salat, ia berdoa semoga ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Pukul 13.30 acara dilanjutkan dengan penghitungan surat suara. Kang Limun membantu mempersiapkan tempat, papan informasi, dan peralatan lainnya.

Penghitungan surat suara berjalan lancar namun agak pelan. Surat suara harus diteliti dengan cermat agar ketahuan di bagian mana bekas coblosan berada untuk menentukan sah tidaknya surat suara.

Tak terasa waktu sudah sore. Penghitungan surat suara baru selesai dua kotak suara, menyisakan tiga kotak suara. Acara akan dilanjutkan bakda Magrib. Kang Limun kembali menuju ke musala untuk shalat Ashar dan menunggu waktu shalat Maghrib.  Tubuh Kang Limin tampak letih, namun ia bertekad akan bertugas sampai selesai.

Sebenarnya Kang Limun terbiasa berjalan jauh saat mengamen bersama Cowet keponakannya yang tuna netra namun memiliki suara yang sangat merdu. Kang Limun biasa menyusuri jalan-jalan di berbagai tempat sejauh berkilo-kilo meter. Suara merdu Cowet dipadukan dengan ketipung Kang Limun menghasilkan lagu dan irama yang menghanyutkan pendengarnya. Cowet terbiasa menyanyikan lagu-lagu sendu, sesuai dengan kisah pilu hidupnya. Ia seorang gadis yatim piatu yang ditinggal mati kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan bus.

Namun entah hari ini, Kang Limun merasa tubuhnya begitu lelah. Mungkin karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Mungkin juga karena dua hari sebelumnya ia mengamen begitu jauh di luar kampungnya sehingga sisa lelah dan lelah hari ini berpadu dan berpilin menjadi satu jalin menjalin.

Pukul 18.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan kembali. Kang Limun membantu apa yang perlu dibantunya. Pukul 21.00 acara penghitungan surat suara dihentikan sebentar untuk beristirahat. Kang Limun menuju ke musala untuk salat Isya. Tubuhnya semakin lelah, namun sekuat tenaga ia kembali menuju ke TPS.

Pukul 21.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan kembali. Petugas KPPS, petugas keamanan, para saksi, pengawas, dan warga yang hadir fokus pada surat suara yang sedang diteliti keabsahannya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 tengah malam. Penghitungan surat suara menyisakan satu kotak suara. Tubuh Kang Limun menggigil di pojok ruang TPS. Udara jelang dini hari seperti menusuk tulang-tulangnya. Ia bertahan, dan tidak mengeluh pada siapapun. Ia berusaha untuk tetap tegar. Orang-orang masih fokus dengan penghitungan surat suara. Mereka memiliki rasa tanggungjawab yang sangat besar karena menyangkut nasib bangsa lima tahun ke depan.

Tepat ketika penghitungan surat suara selesai, Kang Limun tak sadarkan diri. Ia seperti bermimpi terbang ke langit. Di bawahnya, ia melihat istri dan anak cucunya melambaikan tangan ke arahnya. Ia juga melambaikan tangan ke arah mereka. Kang Limun terbang semakin tinggi. Entah ke mana ia akan pergi.[]

Banyumas, 28 April 2019

Agus Pribadi lahir di Purbalingga, 10 Mei 1978. Kini ia bermukim di Banyumas. Buku kumpulan cerpen terbarunya berjudul “Unggas-Unggas Bersayap Putih” (2018).

 

Cerpen ini tersiar di  Radar Banyumas, 5 Mei 2019 

 


 

Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA