BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 21 April 2018

Guru SMP 5 Mrebet Luncurkan Tiga Buah Buku


Guru SMP 5 Mrebet Luncurkan Tiga Buah Buku
27 Februari 2018 | Suara Banyumas (Suara Merdeka)



PURBALINGGA- Guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP Negeri 5 Mrebet Purbalingga, Agus Pribadi akan meluncurkan tiga buah buku, di RM Wapo Kebon Kelapa, Wirasana, Purbalingga, Minggu (4/3). Guru ini ternyata cukup produktif menghasilkan karya sastra.
Tiga buku yang akan diluncurkan itu, terdiri atas 36 Rahasia Bisa Menulis, kumpulan cerita cekak penginyongan Doresani, dan kumpulan cerita pendek Unggas- Unggas Bersayap Putih.
Ketiga buku itu akan dibedah oleh Ryan Rachman, wartawan Suara Merdeka dan aktivis Komunitas Teater dan Sastra Perwira (Kata Sapa) dan Agustav Triono (penyair).
”Menulis adalah sebuah proses yang tidak terlalu mudah, tetapi juga tidak terlalu susah. Menulis butuh ketekunan, ketelatenan, dan keuletan. Terkadang butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat menerbitkan sebuah buku.
Jika hanya satu atau dua hari, akan sangat sulit,” ujar Agus Pribadi ketika ditanya proses kreatifnya dalam menekuni dunia tulis-menulis, Minggu (25/2).
Beberapa Tahun
Buku pertama, berjudul 36 Rahasia Bisa Menulis yang berisi panduan bagi siapa saja yang ingin belajar menulis fiksi, nonfiksi, dan blog. Buku itu ditulis berdasarkan perenungan dan penghayatan saat menulis untuk media online maupun media cetak. Diterbitkan oleh Penerbit Leutikaprio, Jogyakarta, Desember 2017.
Sedangkan Doresani merupakan kumpulan cerita pendek berbahasa Jawa dialek Banyumasan. Buku ini ini berisi 16 cerita tentang kehidupan sehari-hari yang mengandung hikmah kehidupan.
Diterbitkan oleh Satria Indra Prasta-SIP Publishing, Banyumas, Januari 2018. Buku ketiga, berjudul Unggas-Unggas Bersayap Putih berisi 15 cerita pendek.
Cerpen-cerpen dalam buku itu pernah dimuat di berbagai media seperti Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Satelitpost, dan media lainnya. Diterbitkan oleh Pustaka Media Guru, Surabaya, Desember 2017.
”Materi-materi yang ada pada ketiga buku tersebut tidak kami tulis dalam waktu singkat, namun beberapa tahun lamanya. Kemudian dikumpulkan dan dijadikan buku,” ujarnya.
Melalui peluncuran ketiga buku tersebut, Agus Pribadi yang kelahiran Purbalingga 10 Mei 1978 ini mengajak para penulis di Banyumas, Purbalingga, dan sekitarnya untuk terus berkarya dalam proses panjang dan tiada henti.

”Harapan saya, para penulis dari Banyumas Raya dapat semakin berkiprah di tingkat regional, nasional, bahkan internasional,” kata alumnus Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang diangkat sebagai CPNS tahun 2009 ini.(K35-72)

Harus Memperkaya Nuansa Lokalitas
06 Maret 2018 | Suara Banyumas (Suara Merdeka)

PURBALINGGA-Bertempat di Rumah Makan Wapo Wirasana Purbalingga, peluncuran tiga buku karya Agus Pribadi berlangsung meriah. Ibu Pristiani Florida, rekan kerja sekaligus pimpinan di mana Agus Pribadi bekerja, meluncurkan ketiga buku itu, yakni buku kumpulan cerkak banyumasan Doresani, 36 Rahasia Bisa Menulis, dan buku kumpulan cerpen Unggas-Unggas Bersayap Putih, pada Minggu 4 Maret 2018.

Secara simbolis Agus Pribadi menyerahkan buku Doresani kepada Prasetyo, Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 1 Bukateja, sebagai salah satu sesepuh pegiat literasi di Purbalingga.

Setelah peluncuran ketiga buku tersebut, acara dilanjutkan dengan bedah buku Doresani, dengan pembedah Ryan Rachman (sastrawan) dan Agustav Triono (penyair), dengan moderator Indra Defandra (novelis). Sebelum buku dibedah, Agustav Triono yang biasa melatih ekstrakurikuler teater di beberapa sekolah di Purbalingga membacakan salah satu cerkak dalam buku Doresani. Sekitar 30 peserta yang hadir dalam acara itu tampak terhibur saat mendengarkan Agustav membacakan cerkak berjudul ‘’Wedang Teh’’.
Patut Dibaca
Wartawan Suara Merdeka, Ryan Rachman, dalam ulasannya tentang buku Doresani menyampaikan, meski masih sederhana, namun karya Agus Pribadi tersebut patut dibaca khususnya oleh generasi muda. ”Saya salut dengan Agus Pribadi yang mampu mengambil kejadian keseharian menjadi sebuah cerkak,” katanya.
Sementara itu, Agustav Triono memaparkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar cerita pendek berbahasa banyumas karya Agus Pribadi lebih memperkaya nuansa lokalitasnya. ”Misalnya penggunaan jenis makanan yang lebih bervariasi, dan penggunaan kosa kata yang lebih murni bahasa banyumasan,” ujarnya. Dalam acara tersebut juga dibahas tentang bahasa dan sastra khususnya bahasa Jawa dialek banyumasan, serta bagaimana cara menggali ide dan menuliskannya menjadi sebuah karya sastra.(K35-46)

Share:

Kamis, 05 April 2018

Antologi Doresani, Ekspresi Penggunaan Bahasa Ibu

“Buku antologi Doresani merupakan salah satu ekspresi penggunaan bahasa Ibu. Seluruh manusia Jawa hari ini bebas berekspresi menggunakan bahasa ibunya sendiri. Ia bebas berekspresi menggunakan gagasan dan imajinasinya dalam bentuk karya sastra, tanpa harus menggunakan bahasa Jawa baku.” Hal itu dikatakan Jefrianto, kritikus sastra penginyongan, dalam acara bedah Buku antologi cerkak berbahasa Jawa dialek Banyumasan “Doresani” karya Agus Pribadi.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Komunitas Penyair Institute, bertempat di kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada Senin, 2 April 2018 pukul 19.30 sampai selesai. Kegiatan yang diikuti sekitar seratusan peserta itu, dihadiri oleh mahasiswa, dosen, dan pegiat sastra di Banyumas. Dari kalangan dosen hadir Eko Sri Israhayu, Teguh Trianton, dan Achmad Sultoni. Dari pegiat sastra hadir Dharmadi, Abdul Aziz Rasjid, Irfan M. Nugroho, dan para pegiat sastra lainnya. Hadir pula dosen prodi sastra Jawa Universitas Indonesia, Dwi Puspitorini.
Dalam kesempatan tersebut, Jefrianto juga mengatakan antologi Doresani hadir sebagai upaya pemertahanan bahasa ibu yang posisinya kian tergerus oleh bahasa nasional dan internasional.
Diterangkan oleh pembedah pertama buku tersebut, bukti tertua Bahasa Jawa Kuno tertulis dalam Prasasti Sukabumi (Tarikh 732 Saka). Sastra Jawa Kuno pada mulanya berbentuk kakawin, kidung, kemudian macapat. Kemudian  sejak 1832 mulai dikenal bentuk karya sastra berciri budaya barat seperti novel dan puisi. Dalam dasawarsa terakhir ini ruh Jawa terasa ada di mana-mana. Ia ada di Jawa Banyumasan, Jawa Tegalan, Jawa Banyuwangi, Jawa Surabayan, dan sebagainya.
Sementara itu Adhy Pramudya, dramawan Banyumas, mengatakan, “Antologi Doresani kental dengan bahasa Banyumasan. Bagi saya yang asli Banyumas, membaca buku tersebut seperti masuk ke dalam suasana cerita dan akrab dengan tokoh-tokohnya.”
Pembedah kedua tersebut juga mengungkapkan, cerkak-cerkak Agus Pribadi mengingatkan pada karya-karya Ahmad Tohari yang kerap bercerita tentang tokoh wong cilik. Cerkak “Wedhang Teh” mengingatkan pada cerpen “Jasa-Jasa Buat Sanwirya”, cerkak “Gadung” mengingatkan pada cerpen “Surabanglus”.[]

Share:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA