BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 29 Desember 2012

Istriku, Aku Sayang Kamu

 Cerita Mini :

Malam. Hujan. Dingin.

Istriku pulas tertidur bersama anakku yang juga pulas di pembaringan. Mungkin kecapekan setelah seharian menemaniku membeli keperluan kantor.
Share:

Selasa, 25 Desember 2012

Gadis Penunggu Embun



Cerpen Agus Pribadi
            Gadis itu selalu duduk di taman kota. Memandangi embun yang bergelayut di atas daun-daun dan bunga-bunga. Bahkan di hari lain ketika hujan turun, ia berteduhkan payung, tetap memandangi embun yang telah berbaur dengan cipratan air hujan. Hari Minggu pun aku melihatnya sedang memandangi embun. Siapakah gerangan gadis itu?
Share:

Menggali Lokalitas untuk Tema Cerpen

Lokalitas menjadi salah satu tema yang dapat diusung seorang cerpenis. Lokalitas yang dimaksud tidak hanya merujuk pada daerah dan budaya, tapi bisa hal lainnya. Secara bebas saya mengartikan lokalitas berkaitan dengan kemampuan cerpenis untuk menyuguhkan suatu hal dalam cerpennya, dan hal itu akrab dengan pembacanya. Keakraban pembaca dengan suatu hal yang disuguhkan seorang cerpenis, tidak lepas dari kemampuan sang cerpenis untuk mengolah ceritanya secara mendetail.
Share:

Menangkap Ide Menulis Cerpen

Salah satu syarat menulis cerpen adalah ditemukannya ide. Dengan ide maka penulis akan memulai menulis cerpen. Misalnya idenya tentang seorang nenek yang kehilangan cucunya karena sakit yang tak terobati. Maka dari sini penulis bisa melanjutkan menemukan tema dan menuliskannya. Misalnya dari ide tersebut temanya menjadi perasaan hati seorang nenek saat ditinggal mati cucunya.
Share:

Menulis Cerpen Tiga Dimensi

Tips menulis cerpen yang baik terdiri dari : pembuka yang menarik sehingga memancing pembaca untuk melanjutkannya, alur cerita yang enak diikuti dengan bahasa yang bukan kosa kata rutinitas, ending yang tak terduga, pesan yang mengena, judul yang unik dan menarik, dan sebagainya.
Menurut hemat saya, sebenarnya ada salah satu hal lagi yang juga akan menambah daya tarik sebuah cerpen, yaitu cerpen tiga dimensi.

Cerpen tiga dimensi yang saya maksud adalah sebuah cerpen yang jika dibaca bisa memiliki lebih dari satu : alur cerita, pesan, tokoh utama, dan mungkin hal lainnya. Pembaca akan menangkap hal-hal di atas sesuai dengan persepsinya masing-masing. Namun demikian, cerpen tersebut sebenarnya hanya mempunyai satu alur utama sehingga tetap padu dan menyatu. Sentuhan kreatifitas penulisnya baik dalam tata bahasa, sudut pandang penceritaan, tokoh-tokoh yang digunakan, dan sebagainya yang membuat cerpen tersebut menjadi seperti bisa dilihat dari berbagai sisi. Seperti gambar tiga dimensi.

Sebagai salah satu contoh cerpen 3 dimensi, yaitu Cerpen Lelaki Kucing Pasar karya Adi Zamzam yang dimuat Koran Tempo 25 Maret 2012. Saya menangkap cerita ini memiliki setidaknya 2 alur yang berbeda yang dilakoni tokoh pencuri dan juga yang dilakoni tokoh kucing pasar. Sudut pandang orang pertama ditampilkan secara bergantian, antara pencuri dan si kucing pasar. Sekali membaca, tetapi seperti ada 2 kisah yang dibaca, yaitu nasib seorang pencuri dan nasib seekor kucing pasar.

Cerpen-cerpen 3 dimensi biasanya menampilkan tokoh manusia dan juga tokoh binatang sekaligus. Misalnya kucing, anjing, tikus, cicak, ular, burung, kunang-kunang dan sebagainya. Bisa juga antara tokoh manusia dengan pohon, atau benda mati, dan sebagainya.

Cerpen 3 dimensi mempunyai kelebihan dalam hal kemeriahan cerita, karena pembaca seperti disuguhi beberapa jalan cerita sekaligus.

Menulis cerpen 3 dimensi dapat dilakukan dengan tips menulis yang telah ada, yakni : menulis, menulis, dan menulis.
Salam Kompasiana!

(Diposting di Kompasiana, 5 September 2012)
Share:

Menulis Fiksi Sebaiknya Melanggar Aturan

Judul di atas bukan mencari sensasi atau asal beda. Namun ada hal yang mungkin perlu diungkapkan dalam menulis fiksi (khususnya cerpen) yang akan semakin membuka wawasan dalam fiksi. Karya fiksi (cerpen) merupakan cerita rekaan. Karena rekaan, maka berbeda dengan cerita nyata. Jika fiksi menceritakan cerita nyata yang sama persis dengan kejadian sehari-hari, maka dimana daya tariknya? Apa bedanya fiksi dan nonfiksi? Nah dari sinilah tulisan ini saya tulis. Karena fiksi itu, maka ceritanya harus nyeleneh, beda, kebalikan, kontroversi, tragis, dan sebagainya dan sebagainya. Hal-hal itu harus berbeda dengan kejadian nyata. Sebagai ilustrasi misalnya ada kejadian kapal tenggelam dimana penumpangnya berebut menyelamatkan diri. Jika itu dibuat cerpen apa adanya, maka tak akan ada daya tariknya, malah bisa disangka hanya sebuah berita. Makanya perlu diberi bumbu-bumbu, misalnya percintaan, kesetiaan, pengkhianatan dan sebagainya. Penulis fiksi (pengarang) membutuhkan ide-ide segar yang berbeda dari karya-karya sebelumnya. Coba bayangkan jika pengarang menulis dengan cara yang sama, tema yang sama, dari itu ke itu. Wah pembaca bisa jadi akan bosan dan emoh membaca lagi karya fiksi yang dibuatnya. Jadi kuncinya, dalam fiksi perlu selalu ada perubahan (pembaruan). Seperti sebuah pernyataan yang sudah sangat terkenal : tak ada yang abadi, selain perubahan itu sendiri.


Ada banyak aturan menulis fiksi, yang sebaiknya dilangar, diantaranya :
1. Show don’t tell
Aturan ini memang tidak salah. Saya juga sangat setuju. Namun sesekali boleh saja dilanggar dengan melakukan tell don’t show. Tak dapat dibayangkan jika segala sesuatu harus dilukiskan sedetail-detailnya. Sebuah cerpen akan menjadi seperti sebuah novel karena saking mendetailnya dalam menguraikan sebuah kata sifat. Misalnya : gadis itu cantik. Nah jika menaati aturan di atas, maka kata cantik itu harus dilukiskan dengan kata-kata, misalnya : gadis itu matanya besar seperti mata Elang, bibirnya merah alami, ada lesung pipit di pipinya. Rambutnya panjang terurai. Orang yang bertemu muka dengannya akan menjadi seperti terpanah hatinya, dan seterusnya. Nah, tidak semua kata sifat itu perlu dijelaskan. Namun, disesuaikan dengan kebutuhan, adakalanya cukup menuliskan kalimat yang singkat dan lugas untuk maksud tertentu. Hal ini seperti yang juga disampaikan oleh A.S. Laksana.

2. Menulislah yang baik
Nah, aturan ini yang boleh jadi membuat orang awam yang akan menulis fiksi mengurungkan niatnya karena takut tulisannya buruk. Padahal A.S. laksana menyarankan menulislah yang buruk. Setelah jadi sebuah tulisan fiksi, barulah diedit agar menjadi baik. Menulis dan mengedit merupakan dua pekerjaan yang sebaiknya ditulis terpisah. Jika dilakukan bergantian dalam satu waktu, boleh jadi tulisannya tidak pernah akan selesai kecuali bagi mereka yang sudah mahir. Maka mulailah menulis yang buruk, teruslah menulis tak perlu memikirkan hasilnya, jika telah selesai maka itu sebuah karya yang telah tercipta. Lebih baik sudah berkarya tapi buruk, daripada berangan-angan berkarya yang baik. setelah tulisan yang buruk dibaca kembali, baru kemudian diedit agar menjadi bagus.

3. Menulislah yang logis dan dapat dipercaya
Coba bayangkan jika setiap pengarang mematuhi aturan ini. Maka akan tercipta karya fiksi yang boleh jadi sejenis atau serupa. Dan karya fiksi yang dihasilkan pun boleh jadi akan mirip dengan kejadian sehari-hari yang sering dilihat, didengar, dan dirasa. Nyaris tak ada yang istimewa. Membaca fiksi boleh jadi menjadi sebuah kegiatan yang menjemukan karena hanya itu-itu saja karya yang dihasilkan. Cerita yang logis, cerita yang bisa dipercaya, cerita yang bisa diterima pembaca. Karena itu menulislah yang tidak logis sekalipun. Menulislah yang belum pernah ditulis oleh penulis lain, maka ini juga sesuai dengan hukum kreativitas dan kebaruan. Dan jika membaca cerpen-cerpen yang ada di koran, ada kalanya saya menemukan sebuah cerpen yang kurang logis, tapi nyatanya dimuat. Misalnya tentang sarjana yang pinter tapi tak mampu mendapat pekerjaan yang layak, ia hanya menjadi tukang parkir yang kesulitan mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Nah bukankah sang sarjana bisa menjadi pembimbing skripsi yang komersil? Kurang logis bukan? Tapi nyatanya redaksi media menyukainya karena itu dimuat.

4. Menulislah yang panjang
Saya sering mendengar bahwa menulis cerpen terkesan harus panjang. Seakan kalau tidak panjang tidak bagus. Nyatanya tak sedikit cerpen di koran yang hanya terdiri dari lima ribu sampai tujuh ribu karakter, dari umumnya sekitar sepuluh ribu karakter. Asalkan ceritanya bagus, unik, baru, walaupun pendek, cerpen itu bisa dilirik redaksi koran dan dimuat.

5. Patuhilah tips saya ini
Nah, jika memang aturan kelima dari saya ini tidak harus dipatuhi, ya memang itu yang sebaiknya dilakukan juga. Menulis fiksi tidak harus sama, berbeda pendapat pun sah-sah saja, asalkan dalam koridor saling belajar, bukan mencari benarnya sendiri dan antipati dengan pendapat orang lain. Jika menurut kita sesuai, silahkan ambil. Jika menurut kita kurang sesuai, tidak harus dilakukan.

Jika tips di atas dituliskan berkebalikan, maka akan menjadi tips menulis yang mungkin jarang dihadirkan, sebagai berikut :
1. Tell don’t show
2. Menulislah yang buruk
3. Menulislah yang tidak logis dan tak bisa dipercaya
4. Menulislah (cerpen) yang pendek
5. Langgarlah tips saya ini
Salam kreatif dan salam Kompasiana!
Banyumas, 28 Oktober 2012

(Diposting di Kompasiana, 28 Oktober 2012)
Share:

Wajib Belajar atau Wajib Sekolah

Ke depan, program wajib belajar 9 tahun akan ditingkatkan menjadi wajib belajar 12 tahun. Program pemerintah ini perlu kita sambut dengan gembira. Namun demikian, sudahkah wajib belajar 9 tahun benar-benar terealisasi sehingga perlu ditingkatkan menjadi 12 tahun?
Share:

Fiksiana: dari Sastra Langit ke Sastra Bumi

 

Sebagai awam, saya mengamati telah terjadi pergeseran sastra di Fiksiana Kompasiana. Dari sastra langit bergeser ke sastra bumi. 

Ulasan saya ini tidaklah berdasarkan kaidah keilmuan akademik karena basic saya memang bukan sastra. Ulasan saya ini hanyalah subjektifitas saya berdasarkan apa yang saya amati di Fiksiana, meskipun saya juga tidaklah terlalu intens mengunjungi Fiksiana berkaitan dengan waktu yang juga harus saya bagi di dunia nyata.
Share:

Melakukan Riset untuk Cerpen

 
Dalam bahasa sederhana, riset berarti pengamatan pada suatu hal agar diketahui fakta mengenai hal itu. Riset dapat dilakukan untuk menulis cerpen. Baik riset yang cukup besar maupun riset kecil-kecilan.

Jika akan membuat cerpen dengan tema tertentu, maka penulis sebaiknya mengadakan riset mengenai tema itu. Khususnya tema yang berkaitan mengenai hal yang nyata, misalnya tempat tertentu, benda atau binatang tertentu. 
Share:

Buaya



Cerpen Agus Pribadi (SatelitPost, 16 Desember 2012)

Aku tak percaya kalau adikku semata wayang dimakan buaya siluman. Aku lebih percaya kalau adikku hanyut ditelan air sungai Serayu yang meluap.
Setiap melihat sungai Serayu, hatiku seperti diiris sembilu. Perih. Seperti saat ini ketika gerimis semakin menderas menjadi hujan. Aku melihat sungai Serayu dari teras rumah. Sungai yang cukup lebar, yang menjadi salah satu sumber pengairan utama di Banyumas.
Share:

Cicak



Cerpen Agus Pribadi (Suara Merdeka, 2 September 2012)

AKU terus mengamati lima ekor cicak yang berada di dinding dan atap kamar anakku. Aku yakin, satu di antaranya adalah anak lelaki semata wayangku yang telah menjelma menjadi seekor cicak.
Biasanya, aku melihatnya sedang rebahan di atas kasur dalam kamarnya. Sejak suamiku meninggal karena sakit yang tak terobati, anak lelakiku itu kerap merenung di kamar seorang diri. Apalagi selulus SMA, ia tak jua mampu mendapatkan pekerjaan. Meneruskan kuliah jelas tak mampu karena hanya aku penopang hidup keluarga. Seorang diri aku hanya mengandalkan hasil tak seberapa dari membuka warung makan di depan rumah, di daerah pedesaan yang sepi.
Share:

Bersastra Melalui Facebook

 
FACEBOOK merupakan salah satu jejaring sosial yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Selain menjalin pertemanan, media itu dapat digunakan mempromosikan suatu produk, transaksi barang dan jasa, dan sebagainya. Salah satu manfaat yang sebenarnya juga bisa dipetik adalah melatih kemampuan menulis.
Share:

Meretas Jalan Menjadi Cerpenis Bersama Fiksiana

Kehadiran fiksiana sungguh mempunyai arti tersendiri bagi para penulis fiksi. Saya pun merasakannya. Saat tahu telah hadir fiksiana, semangat saya menulis cerpen seperti terpompa kembali. Niat menulis sebuah cerpen sehari yang tadinya keteter, telah saya kejar. Semoga ke depan akan semakin semangat berlatih menulis cerpen.
Share:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA