Cerpen
Agus Pribadi
Satu-satunya
kendaraan yang menjadi andalanku saat ini adalah sepeda motor bebek milikku
yang kubeli dengan cara mengangsur selama empat tahun. Kendaraan tersebut
paling cocok karena tempat kerjaku jauh. Naik angkutan umum bisa terlambat,
naik mobil pribadi belum mampu membeli.
Aku
lebih memilih motor yang bukan matic karena menurutku memindah-mindah gigi
lebih mantap daripada tanpa gigi seperti yang ada pada motor matic.
Selama
empat tahun dengan telaten aku mengangsur sepeda motorku setiap bulannya. Uang
setengah juta harus kusetor setiap bulan ke dealer motor. Seperti penulis yang
telaten menulis buku yang sangat tebal, aku juga harus telaten mengangsur
pembayaran kendaraanku agar tidak dicabut oleh dealer karena terlambat
mengangsur. Ada seorang tetangga yang motornya dicabut dealer karena terlambat
beberapa bulan padahal ia sudah mengangsur selama setahun. Aku tak mau nasib
motorku sama seperti tetanggaku itu.
Aku
membeli sepeda motorku, tepatnya mengangsurnya bertepatan dengan sebulan
sebelum hari pernikahanku. Mungkin bisa dibilang agak nekad, pengeluaran sedang
agak banyak untuk persiapan menikah, bersamaan dengan itu harus mengangsur
sepeda motor. Ini semata kulakukan karena aku ditempatkan di tempat yang jauh
pada pekerjaanku yang baru ini. Jika ditempuh naik sepeda motor, maka butuh
waktu 50 menit untuk aku sampai ke tempat kerja. Jika aku naik kendaraan umum
pasti setiap hari akan terlambat karena harus beberapa kali naik kendaraan
umum.
Seperti
seorang yang mengendarai sepeda motor di jalanan umum. Pasti kendaraannya akan
mengalami kecepatan yang berbeda beda. Kadang bisa cepat, kadang harus mengerem
karena ada yang menyeberang jalan, kadang harus berhenti karena lampu merah.
Pun dengan angsuranku setiap bulannya, tidak selalu berjalan mulus terutama di
bulan-bulan awal. Kadang terlambat satu atau dua hari, kadang lancar. Jika
sedang terlambat, akan ada petugas yang datang menagih. Setelah melewati enam
bulan, angsuran sepeda motorku berjalan lancar seperti mobil yang melaju di
jalan tol. Sebagai pegawai yang bekerja di tempat yang baru, aku giat bekerja,
apalagi aku sudah menikah maka bertambah giatlah aku bekerja untuk menghidupi
istri dan anakku kelak. Penghasilanku pun linier dengan semangatku itu. Angsuran
sepeda motor tak sebulan pun terlambat aku setorkan ke dealer. Aku pun rajin
melakukan servis kendaraan ke bengkel resmi, jika ganti suku cadang pun yang
asli.
Panas
dan hujan tak aku hiraukan, aku tetap rajin bekerja. Sejalan dengan itu aku tak
menyadari, sepeda motor sudah semakin usang. Kendaraan yang pada awalnya baru
dan kinclong, sekarang sudah seperti kendaraan yang uzur dan jarang kurawat.
Meski angsuran sudah lunas, problem kendaraanku sekarang adalah sudah sulit
dipakai, mungkin karena suku cadangnya sudah minta untuk diganti tapi aku belum
juga menggantinya. Kalaupun mengganti onderdil yang aus, aku menggantinya bukan
dengan yang asli. Ditambah lagi sekarang aku sering mengantuk saat pulang dari
tempat kerja. Mungkin karena lelah ditambah melakukan perjalanan jauh di atas
sepeda motor terkadang membuat mengantuk.
Mengenai
sepeda motor ada yang menyarankan untuk menjualnya dan menggantikan dengan yang
baru.
“Dijual
saja, nanti beli yang baru biar kau lebih nyaman dalam berkendaraan,” saran
teman kantorku. Aku hanya mengiyakan namun dalam hati aku tak tega untuk
menjual sepeda motor yang mendapatkannya harus mengangsur selama empat tahun. Suatu
malam aku mengamati sepeda motorku yang aku parkir di ruang tamu. Aku mengamati
kendaraan yang kotor karena jarang dicuci. Aku melihat kendaraan itu seperti
letih, menemaniku selama lebih dari empat tahun pulang pergi dari rumah ke tempat
kerja. Aku merasa tak adil dalam memperlakukan kendaraanku. Esoknya aku menuju
ke tempat cucian motor untuk dibersihkan. Biarpun sudah dibersihkan motorku
tetap tampak sudah uzur jika dibandingkan dengan motor-motor baru keluaran
baru. Apalagi saat kujalankan sudah sulit untuk berjalan dengan cepat.
Terbersit keinginan untuk menjualnya dan membeli motor baru sebagai
penggantinya. Motor yang lebih up to date.
Teman-temanku di kantor pun menyarankanku untuk membeli motor yang baru dan
menjual motor lama.
“Ayo
Bud, beli motor baru yang lebih gaul, nanti kau akan tampak lebih muda lagi,
pasti kau akan tampak keren jika memakai motor model terbaru,” ucap temanku di
kantor. Aku menanggapi dengan tersenyum saja.
Sambil
mengamati cicak-cicak di dinding kamar, aku menimbang-nimbang apakah akan
membeli motor baru atau tidak. Seekor cicak di dinding juga sedang bingung
mengambil keputusan apakah akan menangkap nyamuk atau meninggalkannya. Sedari
tadi cicak itu diam saja melihat seekor nyamuk berada di depannya. Ketika cicak
itu akan menangkap nyamuk itu, sepersekian detik sebelumnya nyamuk itu sudah
melarikan diri. Cicak itu hanya menangkap angin.
Akhirnya
aku mengambil keputusan untuk tidak menjual motor lamaku, dan tidak membeli
motor baru. Aku memutuskan akan mengganti onderdil yang perlu diganti agar
motorku bisa menjadi lebih baik dan nyaman saat dipakai.[]
Banyumas, 22
Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar