BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 12 November 2016

Hujan Gerimis


Cerpen Agus Pribadi

Hati seorang perempuan itu seperti hujan gerimis, sulit ditebak, akan mereda atau menderas.
Gambar Pixabay.com
Ketika berangkat ke tempat kerja acapkali aku menebak-nebak saat musim hujan tiba. Ketika awan mendung menggantung dan hujan mulai turun rintik-rintik aku akan memakai mantel saat berangkat ke tempat kerja menaiki sepeda motor. Dalam perjalanan saat hujan tiba-tiba mulai mereda, aku melepas mantel, namun baru beberapa meter sepeda motor kujalankan hujan kembali menderas, aku pun kembali mengenakan mantel. Demikian sering kali aku tak mampu menebak turunnya hujan. Namun hujan seringkali memberi pemandangan indah, yakni terlihatnya warna-warni pelangi di langit.
Aku pertama kali mengenalnya saat pertama kali bertugas sebagai guru di sebuah sekolah. Aku dan dia sama-sama CPNS guru yang ditempatkan di sekolah yang sama. Aku mengajar Bahasa Indonesia, dan dia mengajar Matematika. Kami sama-sama masih sendiri. Anak-anak memanggilnya bu Ayu. Meski belum genap sebulan bu Ayu mengajar di sekolah barunya itu namun anak-anak tampak sudah mengidolakannya. Ketika aku melewati sekolah yang diajarnya, aku melihat bu Ayu mengajar dengan semangat, anak-anak pun tak kalah semangatnya dengan gurunya itu. Tubuh-tubuh anak-anak yang condong ke depan menunjukkan antusiasme anak-anak pada pembelajaran yang sedang diikutinya bersama bu Ayu. Kepada rekan kerjanya pun bu Ayu tampak suka membantu rekan kerja. Ketika sedang piket dengan ringan tangan dan ringan hati bu Ayu akan meneliti siapa saja guru yang tidak hadir pada hari itu. Jika ada kelas yang kosong, maka bu Ayu akan memberi tugas dan menunggui kelas yang kosong itu.
Ketika ada kegiatan lesson study di sekolah,  bu Ayu menjadi salah satu guru model untuk sebuah pembelajaran. Meskipun aku beda mata pelajaran dengannya namun kepala sekolah memberi kesempatan  untuk aku mengamati pembelajaran yang sedang dilakukannya. Guru-guru yang melihat pembelajarannya terkesima. Bu Ayu mampu melakukan skenario pembelajaran dengan baik. Langkah demi langkah pembelajaran yang dilakukannya membawa siswa pada pembelajaran aktif.
Suatu hari bu Ayu tampak berbeda dengan biasanya. Guru muda yang biasanya lincah dan ceria itu, tampak redup. Seperti langit cerah yang tiba-tiba sedikit mendung. Menurut salah satu teman dekatnya, ia baru saja mengakhiri hubungan dengan tunangannya. Hubungan yang dijalinnya selama bertahun-tahun telah berakhir dengan perpisahan. Mendengar kabar itu hati kecilku bergejolak. Ada keinginan untuk mendekati bu Ayu secara pribadi. Aku toh masih sendiri dan bu Ayu pun kini sendiri. Aku bertanya pada diriku sendiri. sukakah aku secara pribadi pada bu Ayu? Atau sekadar suka secara umum sebagaimana murid-murid dan teman kerja juga suka bagaimana bu Ayu mengajar. Namun ketika tak sengaja berpapasan dengan bu Ayu di koridor sekolah, ada getaran-getaran aneh di dadaku. Waktu itu aku sengaja menyimpan dan mengekangnya karena aku tahu kalau ia sudah mempunyai tunangan yang bekerja di luar kota. Namun kini saat bu Ayu sudah tidak lagi memiliki hubungan khusus dengan lelaki manapun akankah getaran-getaran ini aku ungkapkan kepadanya?
Hari-hari berikutnya aku tak ingin  melakukan pendekatan khusus dengan bu Ayu, aku tak mau terlihat sedang mendekatinya di sekolah. Aku berusaha sewajar mungkin. Aku kerap berdiskusi dengannya tentang pembelajaran yang aktif. Aku banyak belajar darinya.
“Kalau ingin berdiskusi lebih lanjut datanglah ke rumah,” ucapan bu Ayu terngiang di telingaku saat diucapkannya siang tadi di sekolah. Aku berusaha menepis rasa yang aneh pada bu Ayu. Pada siapapun bu Ayu akan ramah, bukan cuma padaku. Namun dari nada bicaranya sepertinya ada sesuatu di hati bu Ayu yang dipendam tentang aku. Aku kembali menepis pikiran-pikiran yang aneh yang berseliweran di kepalaku. Ada keinginanku untuk singgah ke rumah bu Ayu, namun berulang kali aku tepis keinginan itu. Mungkin akan kelihatan janggal jika aku setiap hari bisa bertemu bu Ayu di sekolah namun harus datang juga ke rumahnya. Kalau hal itu terjadi pasti hanya untuk kepentingan pribadiku.
Pertahananku akhirnya runtuh juga. Aku tak mampu untuk tidak berkunjung ke rumah bu Ayu. Meski sore itu agak gerimis aku tetap menjalankan sepeda motorku menuju rumahnya. Ketika hujan semakin deras, aku mengenakan mantel, namun belum terlalu jauh aku mengendarai sepeda motor hujan kembali mereda. Aku pun kembali berhenti di tepi jalan untuk melepas mantel. Dan hujan pun kembali menderas saat aku melaju. Aku kembali berhenti dan memakai mantel sampai ke rumah bu Ayu. Diiringi hujan turun rintik-rintik aku duduk berdua bu Ayu di beranda rumah. Bu Ayu banyak bercerita tentang murid-muridnya saat pembelajaran di kelas. Murid-murid yang berada pada fase remaja. Ia tertawa memperlihatkan gigi-giginya yang putih dan rapi, saat menceritakan salah seorang murid yang lucu. Ia kelihat kesal saat menceritakan muridnya yang kadang kurang memperhatikan saat pembelajaran namun bu Ayu selalu saja memiliki solusi untuk masalahnya itu. Aku lebih banyak mendengarnya bercerita dan berbagi pengalaman. Aku mendengarnya dengan seksama, menyerap apa-apa yang diceritakannya dan akan berusaha menerapkannya dalam pembelajaran di kelas. Aku pulang saat hujan reda. Jangankan mengungkapkan isi hati, berbicara tentang hal-hal pribadi di luar pembelajaran pun tak aku lakukan.
Aku mencoba untuk datang kembali ke rumahnya beberapa minggu kemudian, namun hanya membicarakan masalah pembelajaran. Hingga entah kedatanganku yang keberapa, aku akan mencoba memberanikan diri membicarakan hal-hal pribadi tentang kami sebagai sama-sama orang dewasa. Bahkan bila perlu aku akan berbicara terus terang kalau aku ingin mengajaknya menikah. Aku datang ke rumahnya ketika di beranda ia sedang duduk berdua dengan seorang lelaki entah siapa. Mungkin sesama rekan guru dari sekolah lain. Namun ketika aku sampai di depan mereka, bu Ayu mengucapkan kata-kata yang membuat jantungku berdetak lebih cepat.
“Silahkan Pak Budi, kenalkan ini tunangan saya.” Bu Ayu memperkenalkan tunangannya. Aku pun bersalaman dengan tunangannya itu. Aku merasa canggung, tak berapa lama aku pamit pulang. Aku beralasan kedatanganku hanya mampir dan memberi informasi kalau besok ada kegiatan lesson study di sekolah, padahal mungkin bu Ayu sudah mengetahui informasi itu.
Di sekolah, menurut salah satu teman dekatnya, bu Ayu telah kembali menjalin hubungan serius dengan tunangannya itu, dan berencana akan menikah bulan depan. Ada hujan gerimis di hatiku yang tak terlihat oleh orang lain.[]
Banyumas, 13 Maret 2016

Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Arsip

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA