Cerpen
Agus Pribadi
Hati seorang perempuan
itu seperti hujan gerimis, sulit ditebak, akan mereda atau menderas.
Gambar Pixabay.com
Ketika
berangkat ke tempat kerja acapkali aku menebak-nebak saat musim hujan tiba.
Ketika awan mendung menggantung dan hujan mulai turun rintik-rintik aku akan
memakai mantel saat berangkat ke tempat kerja menaiki sepeda motor. Dalam
perjalanan saat hujan tiba-tiba mulai mereda, aku melepas mantel, namun baru
beberapa meter sepeda motor kujalankan hujan kembali menderas, aku pun kembali
mengenakan mantel. Demikian sering kali aku tak mampu menebak turunnya hujan.
Namun hujan seringkali memberi pemandangan indah, yakni terlihatnya warna-warni
pelangi di langit.
Aku
pertama kali mengenalnya saat pertama kali bertugas sebagai guru di sebuah
sekolah. Aku dan dia sama-sama CPNS guru yang ditempatkan di sekolah yang sama.
Aku mengajar Bahasa Indonesia, dan dia mengajar Matematika. Kami sama-sama
masih sendiri. Anak-anak memanggilnya bu Ayu. Meski belum genap sebulan bu Ayu
mengajar di sekolah barunya itu namun anak-anak tampak sudah mengidolakannya.
Ketika aku melewati sekolah yang diajarnya, aku melihat bu Ayu mengajar dengan
semangat, anak-anak pun tak kalah semangatnya dengan gurunya itu. Tubuh-tubuh
anak-anak yang condong ke depan menunjukkan antusiasme anak-anak pada
pembelajaran yang sedang diikutinya bersama bu Ayu. Kepada rekan kerjanya pun
bu Ayu tampak suka membantu rekan kerja. Ketika sedang piket dengan ringan
tangan dan ringan hati bu Ayu akan meneliti siapa saja guru yang tidak hadir
pada hari itu. Jika ada kelas yang kosong, maka bu Ayu akan memberi tugas dan
menunggui kelas yang kosong itu.
Ketika
ada kegiatan lesson study di
sekolah, bu Ayu menjadi salah satu guru
model untuk sebuah pembelajaran. Meskipun aku beda mata pelajaran dengannya
namun kepala sekolah memberi kesempatan
untuk aku mengamati pembelajaran yang sedang dilakukannya. Guru-guru
yang melihat pembelajarannya terkesima. Bu Ayu mampu melakukan skenario
pembelajaran dengan baik. Langkah demi langkah pembelajaran yang dilakukannya
membawa siswa pada pembelajaran aktif.
Suatu
hari bu Ayu tampak berbeda dengan biasanya. Guru muda yang biasanya lincah dan
ceria itu, tampak redup. Seperti langit cerah yang tiba-tiba sedikit mendung.
Menurut salah satu teman dekatnya, ia baru saja mengakhiri hubungan dengan
tunangannya. Hubungan yang dijalinnya selama bertahun-tahun telah berakhir
dengan perpisahan. Mendengar kabar itu hati kecilku bergejolak. Ada keinginan
untuk mendekati bu Ayu secara pribadi. Aku toh
masih sendiri dan bu Ayu pun kini sendiri. Aku bertanya pada diriku sendiri.
sukakah aku secara pribadi pada bu Ayu? Atau sekadar suka secara umum
sebagaimana murid-murid dan teman kerja juga suka bagaimana bu Ayu mengajar.
Namun ketika tak sengaja berpapasan dengan bu Ayu di koridor sekolah, ada
getaran-getaran aneh di dadaku. Waktu itu aku sengaja menyimpan dan
mengekangnya karena aku tahu kalau ia sudah mempunyai tunangan yang bekerja di
luar kota. Namun kini saat bu Ayu sudah tidak lagi memiliki hubungan khusus dengan
lelaki manapun akankah getaran-getaran ini aku ungkapkan kepadanya?
Hari-hari
berikutnya aku tak ingin melakukan
pendekatan khusus dengan bu Ayu, aku tak mau terlihat sedang mendekatinya di
sekolah. Aku berusaha sewajar mungkin. Aku kerap berdiskusi dengannya tentang
pembelajaran yang aktif. Aku banyak belajar darinya.
“Kalau
ingin berdiskusi lebih lanjut datanglah ke rumah,” ucapan bu Ayu terngiang di
telingaku saat diucapkannya siang tadi di sekolah. Aku berusaha menepis rasa
yang aneh pada bu Ayu. Pada siapapun bu Ayu akan ramah, bukan cuma padaku.
Namun dari nada bicaranya sepertinya ada sesuatu di hati bu Ayu yang dipendam
tentang aku. Aku kembali menepis pikiran-pikiran yang aneh yang berseliweran di
kepalaku. Ada keinginanku untuk singgah ke rumah bu Ayu, namun berulang kali
aku tepis keinginan itu. Mungkin akan kelihatan janggal jika aku setiap hari
bisa bertemu bu Ayu di sekolah namun harus datang juga ke rumahnya. Kalau hal
itu terjadi pasti hanya untuk kepentingan pribadiku.
Pertahananku
akhirnya runtuh juga. Aku tak mampu untuk tidak berkunjung ke rumah bu Ayu.
Meski sore itu agak gerimis aku tetap menjalankan sepeda motorku menuju
rumahnya. Ketika hujan semakin deras, aku mengenakan mantel, namun belum
terlalu jauh aku mengendarai sepeda motor hujan kembali mereda. Aku pun kembali
berhenti di tepi jalan untuk melepas mantel. Dan hujan pun kembali menderas
saat aku melaju. Aku kembali berhenti dan memakai mantel sampai ke rumah bu
Ayu. Diiringi hujan turun rintik-rintik aku duduk berdua bu Ayu di beranda
rumah. Bu Ayu banyak bercerita tentang murid-muridnya saat pembelajaran di
kelas. Murid-murid yang berada pada fase remaja. Ia tertawa memperlihatkan
gigi-giginya yang putih dan rapi, saat menceritakan salah seorang murid yang
lucu. Ia kelihat kesal saat menceritakan muridnya yang kadang kurang
memperhatikan saat pembelajaran namun bu Ayu selalu saja memiliki solusi untuk
masalahnya itu. Aku lebih banyak mendengarnya bercerita dan berbagi pengalaman.
Aku mendengarnya dengan seksama, menyerap apa-apa yang diceritakannya dan akan
berusaha menerapkannya dalam pembelajaran di kelas. Aku pulang saat hujan reda.
Jangankan mengungkapkan isi hati, berbicara tentang hal-hal pribadi di luar
pembelajaran pun tak aku lakukan.
Aku
mencoba untuk datang kembali ke rumahnya beberapa minggu kemudian, namun hanya
membicarakan masalah pembelajaran. Hingga entah kedatanganku yang keberapa, aku
akan mencoba memberanikan diri membicarakan hal-hal pribadi tentang kami
sebagai sama-sama orang dewasa. Bahkan bila perlu aku akan berbicara terus
terang kalau aku ingin mengajaknya menikah. Aku datang ke rumahnya ketika di
beranda ia sedang duduk berdua dengan seorang lelaki entah siapa. Mungkin
sesama rekan guru dari sekolah lain. Namun ketika aku sampai di depan mereka,
bu Ayu mengucapkan kata-kata yang membuat jantungku berdetak lebih cepat.
“Silahkan
Pak Budi, kenalkan ini tunangan saya.” Bu Ayu memperkenalkan tunangannya. Aku
pun bersalaman dengan tunangannya itu. Aku merasa canggung, tak berapa lama aku
pamit pulang. Aku beralasan kedatanganku hanya mampir dan memberi informasi
kalau besok ada kegiatan lesson study di sekolah, padahal mungkin bu Ayu sudah
mengetahui informasi itu.
Di
sekolah, menurut salah satu teman dekatnya, bu Ayu telah kembali menjalin
hubungan serius dengan tunangannya itu, dan berencana akan menikah bulan depan.
Ada hujan gerimis di hatiku yang tak terlihat oleh orang lain.[]
Banyumas, 13
Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar