BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 12 November 2016

Ketika Kereta Api Melintas di Atas Perahu-Perahu Pasir


OlehAgus Pribadi

Ketika  perahu-perahu pasir itu berlabuh dengan dandanan yang menarik. Hatiku seperti ingin menyeberangi  sungai Serayu yang riak airnya seperti memanggil-manggilku. Terlebih ketika kereta api melintas di atasnya.
Perahu –perahu hias itu terus melaju, dalam sebuah acara festival perahu pasir di sungai Serayu. Aku menjadi salah satu penonton yang hanyut di sana.
gambar fb R Sujali
Melihat permukaan sungai Serayu, mengingatkan aku akan dirinya. Dia yang seperti hanyut begitu saja lima tahun yang lalu.
Ningsih. Nama yang sederhana. Aku mencintainya. Ia gadis yang sederhana. Wajahnya juga sederhana. Tidak cantik, juga tidak jelek. Waktu itu aku kuliah semester akhir. Ningsih kuliah semester pertama. Kami bertemu di lobi kampus. Dia malu-malu. Pipi putihnya kemerahan. Bibirnya tersenyum manis sekali. Kami pun berkenalan, dan sebulan kemudian kami pun jadian.
Cinta kami biasa saja. Sederhana saja. Jalan-jalan, makan bakso, nonton film. Cari buku di perpustakaan kampus. Berangkat kuliah bareng.
Kami mungkin sudah seperti Romeo dan Juliet, atau Rasus dan Srintil, atau sejoli lainnya. Namun tanpa ada kabar, tiba-tiba Ningsih menghilang. Keluarganya pindah entah kemana.
“Ningsih menikah dengan lelaki lain pilihan orang tuanya...,” kata seorang tetangga.
“Ningsih kuliah ke luar negeri dan meninggalkan kekasihnya...,” kata tetangga lainnya.
Entah mana yang benar.
Kini aku telah menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Purwokerto.
***
Lima tahun berada di luar negeri. Kuliah. Dan kini telah kembali. Membuatku sangat senang saat berada dalam suasana seperti ini. Melihat perahu-perahu yang melaju, dan tadi di atasnya kereta api melintas. Melihat semua itu, aku menjadi teringat Mas Bagus. Di mana sekarang dia? Masihkah cintanya untukku? Ah entahlah. Aku yang salah meninggalkannya tanpa kabar.
Saat ada kesempatan kuliah di luar negeri. Aku mengambilnya. Aku sengaja meninggalkankan Mas Bagus. Itu semua bukan karena aku tak cinta lagi atau ingin selingkuh. Itu semua karena aku tahu, hatinya cuma untukku. Aku yakin, dia akan menungguku sampai tahu aku telah menikah dengan pria lain, maka baru dia akan menikah dengan gadis lain. Selagi dia belum tahu kabarku, pasti dia menungguku. Karena itu, aku tenang saja menyelesaikan study-ku di luar negeri, bahkan dengan Cume Laude.
Tapi aku tak ingin menikah dengan lelaki lain. Cintaku cuma Mas Bagus. Aku hanya akan menikah dengannya. Meski pun banyak lelaki tampan teman kuliah datang menggoda. Aku tak pernah dan tak mau tergoda.
***
Bagus berada di samping Ningsih, di antara penonton lainnya. Sedari tadi tak ada yang menyadari. Sampai kemudian,
“Aduh, kamu menginjak kakiku!” teriak Ningsih.
“Maaf...maaf tidak sengaja,” ucap Bagus.
Kedua insan yang saling merindu saling bertatapan. Hening. Kereta kedua melintas dari arah yang berlawanan dengan kereta pertama.
“Ningsih...”
“Mas Bagus...”
Mereka saling berjabat tangan. Mata saling berpandangan. Hati saling bertautan. Tepat ketika kereta telah menghilang dari pandangan. Perahu-perahu pasir pun semakin menjauh...[]

Banyumas, 17 September 2012



Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Arsip

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA