OlehAgus Pribadi
Ketika perahu-perahu pasir itu berlabuh dengan
dandanan yang menarik. Hatiku seperti ingin menyeberangi sungai Serayu yang riak airnya seperti
memanggil-manggilku. Terlebih ketika kereta api melintas di atasnya.
Perahu –perahu hias itu
terus melaju, dalam sebuah acara festival perahu pasir di sungai Serayu. Aku
menjadi salah satu penonton yang hanyut di sana.
gambar fb R Sujali
Melihat permukaan
sungai Serayu, mengingatkan aku akan dirinya. Dia yang seperti hanyut begitu
saja lima tahun yang lalu.
Ningsih. Nama yang
sederhana. Aku mencintainya. Ia gadis yang sederhana. Wajahnya juga sederhana.
Tidak cantik, juga tidak jelek. Waktu itu aku kuliah semester akhir. Ningsih
kuliah semester pertama. Kami bertemu di lobi kampus. Dia malu-malu. Pipi putihnya
kemerahan. Bibirnya tersenyum manis sekali. Kami pun berkenalan, dan sebulan
kemudian kami pun jadian.
Cinta kami biasa saja.
Sederhana saja. Jalan-jalan, makan bakso, nonton film. Cari buku di
perpustakaan kampus. Berangkat kuliah bareng.
Kami mungkin sudah
seperti Romeo dan Juliet, atau Rasus dan Srintil, atau sejoli lainnya. Namun
tanpa ada kabar, tiba-tiba Ningsih menghilang. Keluarganya pindah entah kemana.
“Ningsih menikah dengan
lelaki lain pilihan orang tuanya...,” kata seorang tetangga.
“Ningsih kuliah ke luar
negeri dan meninggalkan kekasihnya...,” kata tetangga lainnya.
Entah mana yang benar.
Kini aku telah menjadi
dosen di salah satu perguruan tinggi di Purwokerto.
***
Lima tahun berada di
luar negeri. Kuliah. Dan kini telah kembali. Membuatku sangat senang saat
berada dalam suasana seperti ini. Melihat perahu-perahu yang melaju, dan tadi
di atasnya kereta api melintas. Melihat semua itu, aku menjadi teringat Mas
Bagus. Di mana sekarang dia? Masihkah cintanya untukku? Ah entahlah. Aku yang
salah meninggalkannya tanpa kabar.
Saat ada kesempatan
kuliah di luar negeri. Aku mengambilnya. Aku sengaja meninggalkankan Mas Bagus.
Itu semua bukan karena aku tak cinta lagi atau ingin selingkuh. Itu semua
karena aku tahu, hatinya cuma untukku. Aku yakin, dia akan menungguku sampai
tahu aku telah menikah dengan pria lain, maka baru dia akan menikah dengan
gadis lain. Selagi dia belum tahu kabarku, pasti dia menungguku. Karena itu,
aku tenang saja menyelesaikan study-ku di luar negeri, bahkan dengan Cume
Laude.
Tapi aku tak ingin
menikah dengan lelaki lain. Cintaku cuma Mas Bagus. Aku hanya akan menikah
dengannya. Meski pun banyak lelaki tampan teman kuliah datang menggoda. Aku tak
pernah dan tak mau tergoda.
***
Bagus berada di samping
Ningsih, di antara penonton lainnya. Sedari tadi tak ada yang menyadari. Sampai
kemudian,
“Aduh, kamu menginjak
kakiku!” teriak Ningsih.
“Maaf...maaf tidak
sengaja,” ucap Bagus.
Kedua insan yang saling
merindu saling bertatapan. Hening. Kereta kedua melintas dari arah yang
berlawanan dengan kereta pertama.
“Ningsih...”
“Mas Bagus...”
Mereka saling berjabat
tangan. Mata saling berpandangan. Hati saling bertautan. Tepat ketika kereta
telah menghilang dari pandangan. Perahu-perahu pasir pun semakin menjauh...[]
Banyumas, 17 September
2012
0 komentar:
Posting Komentar