Cerpen Agus Pribadi
Sebagai
sarjana Biologi sejak lama sebenarnya aku ingin membudidayakan jamur, khususnya
jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).
Namun entah kenapa, keinginan itu masih saja sekadar keinginan. Sebuah
keinginan yang terbersit sejak aku masih bujangan sampai memiliki dua orang
anak. Sejak aku baru lulus (fresh
graduate) sampai aku menjadi seorang guru IPA.
Sebagai
sarjana Biologi atau sarjana Sains aku lebih bergelut dengan ilmu murni, namun
jalan hidup mengantarkanku menjadi seorang guru IPA pada sekolah menengah
pertama. Saat kuliah aku mengambil jurusan Zoologi atau ilmu yang mempelejarai
tentang hewan. Sedangkan jamur ada pada jurusan botani, meskipun dalam mata
kuliah tertentu aku juga mempelajari
jamur, namun tidak terlalu aku tekuni.
Waktu
kuliah sebenarnya ada teman-temanku yang menekuni budidaya jamur Tiram Putih,
namun waktu itu aku kurang tertarik untuk mengikuti jejak teman-temanku itu.
Setelah aku wisuda, keinginanku untuk bertanam jamur mulai tumbuh, namun tetap
tidak terwujud. Aku lebih sibuk mencari kerja dan berkegiatan di bidang lain.
Pernah aku mencoba membudidayakan benih Gurami, namun kurang berhasil sampai
aku memilih bekerja sebagai seorang sales pada sebuah perusahaan farmasi, dan
akhirnya aku putar haluan bekerja menjadi seorang guru.
Bukan
hanya karena aku Sarjana Biologi sehingga dengan menekuni budidaya jamur akan
semakin mengukuhkan keilmuanku, namun menurutku jamur merupakan makhluk hidup
yang unik. Dalam ilmu klasifikasi tumbuhan, bukan tanpa alasan kalau awalnya jamur
masuk dalam dunia tumbuhan. Sekarang terpisah dan menjadi dunia sendiri yakni
dunia jamur (Fungi). Jadi, meskipun jamur memiliki bentuk seperti tumbuhan,
namun jamur bukanlah tumbuhan karena tidak memiliki zat hijau daun (klorofil).
Tersebab tidak memiliki zat hijau daun, jamur tidak bisa membuat makanannya
sendiri (fotosintesis). Jamur mengambil makanan dari luar tubuhnya, yakni
makhluk hidup lain atau sisa makhluk hidup yang telah mati. Sebagai contoh
jamur Tiram Putih. Jamur itu biasanya
dibudidayakan pada media serbuk kayu yang dicampur dengan dedak dan bahan
lainnya. Menurut referensi yang aku baca, selain memiliki gizi yang tinggi,
jamur tiram juga bermanfaat untuk kesehatan dan pengobatan.
Pertemuanku
kembali dengan jamur khususnya jamur Tiram Putih terjadi sekitar beberapa
minggu yang lalu. Berawal dari sebuah pameran hasil karya para pelajar yang
diadakan di kotaku. Aku dan beberapa muridku ikut menyaksikan kegiatan itu, dan
aku berkesempatan singgah di sebuah stand
yang menjual baglog jamur Tiram yang siap tanam. Aku membeli dua buah baglog
dan aku letakkan di dekat kamar mandi. Beberapa minggu kemudian tampaklah jamur
Tiram yang mulai tumbuh. Beberapa hari kemudian, jamur-jamur itu sudah
menampakkan tubuh buahnya yang seperti tiram berwarna putih. Pada saat panen, hasilnya
satu piring jamur Tiram siap dimasak oleh istriku.
“Wah,
lumayan buat makan siang sayur jamurnya, Mas.” Ucap istriku melihat jamur segar
yang berada di atas piring yang siap untuk dimasak.
“Iya,
kalau dimasak menjadi sayur jamur yang pedas, pasti aku suka, apalagi nasinya
baru menanak. Pasti aku akan menghabiskan nasi lebih dari satu piring,”
sahutku.
Istriku
pun memasak jamur segar itu. Aku menungguinya sambil bermain dengan si Mbarep,
anakku yang berumur tujuh tahun. Sementara si bungsu yang berumur setahun
sedang tidur di kasur yang berada di kamar belakang. Kedua anakku laki-laki.
Sebelumnya
aku mengontrak rumah di luar kota bareng istri ketika awal menikah karena
mengikuti tempat kerjaku di luar kota. Namun, ketika aku pindah kerja di tempat
yang dekat dengan rumah orang tua istriku, kami pun pindah menempati rumah
orang tua istriku. Aku dan istriku menempati rumah bagian depan, sementara
orang tua istriku menempati bagian belakang. Hanya sekat tembok dengan pintu
yang tidak terkunci yang membatasi rumah bagian depan dan rumah bagian
belakang. Dan beberapa tahun kemudian aku membuat kamar mandi sendiri agar
tidak mengganggu orang tua istriku. Dan di dekat kamar mandi itu aku letakkan
dua buah baglog yang ditumbuhi jamur. Aku melihat baglog yang satu juga mulai
tumbuh jamur yang baru berumur satu hari menyusul baglog satunya yang jamurnya
sudah dipanen. Melihat jamur itu aku seperti melihat diriku sendiri. Terkadang
aku memiliki keinginan untuk membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Bukannya
kami tidak hidup harmonis tinggal dalam satu rumah dengan orangtua istriku.
Namun, aku merasa akan lebih nyaman tinggal mandiri di rumah sendiri bareng
anak istri. Namun aku masih mencoba memegang komitmen yang diucapkan istri
ketika aku mengajaknya menikah.
“Tapi
Mas harus tinggal di rumah ini,” ucap istriku kala itu. Aku pun mengiyakannya.
Aku memegang komitmen itu sampai saat ini, sampai usia pernikahan sudah
sembilan tahun.
“Mas,
ini sayurnya sudah matang!” seru istriku. Aku yang sedang melamun agak kaget.
Si Mbarep sedang asyik sendiri bermain game yang ada di HP android milik ibunya.
“Ayo
kita makan!” seruku.
Aku
mengambil nasi dan mencoba sayur jamur yang baru dimasak istriku. Rasanya
memang nikmat.
Aku
berencana akan membudidayakan jamur Tiram bulan depan. Sebagai hiburan ketika
penat urusan pekerjaan. Semoga keinginan dan rencanaku ini dapat terlaksana
bukan sekadar keinginan semata. []
Banyumas, 1
Januari 2017
0 komentar:
Posting Komentar