Kang Limun Terbang ke Langit
Cerpen
Agus Pribadi
Pagi hari, Kang Limun sudah mematut diri di depan
cermin. Ia merasa gagah mengenakan pakaian linmas kebanggaannya. Pakaian yang
biasa dikenakannya saat ada acara-acara penting di kampungnya, seperti: pilkades,
pertunjukan wayang kulit, resepsi tujuh belasan, dan acara lainnya. Tidak hanya
merasa gagah, Kang Limun juga merasa bangga karena hari ini ia akan menjadi
petugas keamanan TPS dalam pemilu tahun 2019, bersama Kang Dimin. Ia bertugas
di pintu masuk, sementara Kang Dimin bertugas di pintu keluar.
Tidak hanya dirinya, Yu Surti yang sedari tadi
mengamati Kang Limun mematut diri di depan cermin juga merasa bangga melihat
suaminya begitu gagah dengan seragam linmasnya.
“Semangat sekali kamu hari ini, Kang?” tanya Yu Surti.
“Harus dong. Ini kan kesempatanku ikut berpartisipasi
sekecil apapun untuk bangsa dan negara tercinta ini,” jawab Kang Limun sambil
membetulkan ikat pinggangnya.
Yu Surti manggut-manggut. Hari ini ia melihat suaminya
tampak begitu gagah. Dua puluh lima tahun pernikahan dan dikaruniai seorang
anak lelaki dan dua orang cucu dari anaknya itu, baru kali ini ia melihat
suaminya dengan perasaan bangga dan penuh cinta. Hatinya semakin bombong karena
suaminya berjanji akan memberikan semua honor menjadi petugas keamanan kali ini
untuknya.
“Aku berangkat dulu ya,” ucap Kang Limun sambil
mengecup kening istrinya, sebuah sikap romantis yang jarang dilakukannya.
Kang Limun melangkah gontai meninggalkan rumah menuju
ke TPS yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Yu Surti hanya bisa
melihat kepergian suaminya dari depan pintu rumah. Ia melihat pujaan hatinya
itu seperti gatotkaca yang sedang berjalan.
Yu Surti teringat dulu semasa mudanya, Kang Limun
adalah jagoan kampungnya. Jika ada keributan di kampung, Kang Limun mampu
mengatasinya. Ia terbayang dulu saat pulang dari mengikuti pengajuan di Masjid
ujung desa. Saat berjalan sendiri, ia dihadang oleh tiga orang pemuda mabuk. Ia
berteriak minta tolong. Kebetulan Kang Limun yang waktu itu masih bujangan
lewat. Ketiga pemuda itu lari terbirit-birit karena tahu siapa pemuda yang
dihadapi mereka. Hati Yu Surti pun luluh saat Kang Limun melamarnya. Gadis mana
yang tak luluh pada pemuda segagah Gatotkaca.
Sesampai di TPS, Kang Limun bersiap mengikuti acara
pengambilan sumpah oleh ketua KPPS. Delapan orang tampil ke depan. Enam anggota
KPPS, dua petugas keamanan. Sebelum pengambilan sumpah, semua yang hadir
berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kang Limun merasa bangga, ada
embun yang siap jatuh di pelupuk matanya.
Pukul 07.30 acara pemungutan suara dimulai. Dengan semangat
Kang Limun membantu menertibkan pemilih yang antri di meja pendaftaran dan menunggu
bilik suara kosong. Sampai pukul satu siang, Kang Limun nyaris tidak
beristirahat mengamankan keadaan. Selama itu, para pemilih silih berganti
keluar masuk bilik suara. Di dalam bilik suara para pemilih membutuhkan waktu
beberapa saat karena harus mencoblos lima surat suara.
Saat istirahat siang, Kang Limun menuju ke musala di
dekat TPS untuk salat Zuhur. Usai salat, ia berdoa semoga ia bisa menjalankan
tugasnya dengan baik.
Pukul 13.30 acara dilanjutkan dengan penghitungan
surat suara. Kang Limun membantu mempersiapkan tempat, papan informasi, dan
peralatan lainnya.
Penghitungan surat suara berjalan lancar namun agak
pelan. Surat suara harus diteliti dengan cermat agar ketahuan di bagian mana
bekas coblosan berada untuk menentukan sah tidaknya surat suara.
Tak terasa waktu sudah sore. Penghitungan surat suara
baru selesai dua kotak suara, menyisakan tiga kotak suara. Acara akan dilanjutkan
bakda Magrib. Kang Limun kembali menuju ke musala untuk shalat Ashar dan
menunggu waktu shalat Maghrib. Tubuh
Kang Limin tampak letih, namun ia bertekad akan bertugas sampai selesai.
Sebenarnya Kang Limun terbiasa berjalan jauh saat
mengamen bersama Cowet keponakannya yang tuna netra namun memiliki suara yang
sangat merdu. Kang Limun biasa menyusuri jalan-jalan di berbagai tempat sejauh
berkilo-kilo meter. Suara merdu Cowet dipadukan dengan ketipung Kang Limun
menghasilkan lagu dan irama yang menghanyutkan pendengarnya. Cowet terbiasa
menyanyikan lagu-lagu sendu, sesuai dengan kisah pilu hidupnya. Ia seorang
gadis yatim piatu yang ditinggal mati kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan
bus.
Namun entah hari ini, Kang Limun merasa tubuhnya
begitu lelah. Mungkin karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Mungkin juga
karena dua hari sebelumnya ia mengamen begitu jauh di luar kampungnya sehingga
sisa lelah dan lelah hari ini berpadu dan berpilin menjadi satu jalin menjalin.
Pukul 18.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan
kembali. Kang Limun membantu apa yang perlu dibantunya. Pukul 21.00 acara
penghitungan surat suara dihentikan sebentar untuk beristirahat. Kang Limun
menuju ke musala untuk salat Isya. Tubuhnya semakin lelah, namun sekuat tenaga
ia kembali menuju ke TPS.
Pukul 21.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan
kembali. Petugas KPPS, petugas keamanan, para saksi, pengawas, dan warga yang
hadir fokus pada surat suara yang sedang diteliti keabsahannya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 tengah
malam. Penghitungan surat suara menyisakan satu kotak suara. Tubuh Kang Limun
menggigil di pojok ruang TPS. Udara jelang dini hari seperti menusuk
tulang-tulangnya. Ia bertahan, dan tidak mengeluh pada siapapun. Ia berusaha
untuk tetap tegar. Orang-orang masih fokus dengan penghitungan surat suara.
Mereka memiliki rasa tanggungjawab yang sangat besar karena menyangkut nasib
bangsa lima tahun ke depan.
Tepat ketika penghitungan surat suara selesai, Kang
Limun tak sadarkan diri. Ia seperti bermimpi terbang ke langit. Di bawahnya, ia
melihat istri dan anak cucunya melambaikan tangan ke arahnya. Ia juga
melambaikan tangan ke arah mereka. Kang Limun terbang semakin tinggi. Entah ke
mana ia akan pergi.[]
Banyumas,
28 April 2019
Agus
Pribadi lahir di Purbalingga, 10 Mei 1978. Kini ia bermukim di Banyumas. Buku
kumpulan cerpen terbarunya berjudul “Unggas-Unggas Bersayap Putih” (2018).