BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Sabtu, 12 November 2016

Tokoh Dalam Cerita


Cerpen Agus Pribadi

Aku tak menyangka ia akan datang ke rumahku. Bertamu, dan membicarakan tentang dirinya dan aku yang katanya sok tahu.
Gambar Pixabay.com
Ia adalah tokoh dalam cerita yang aku tulis dengan judul “Gadis Berkepala Gundul”. Idenya memang aku dapatkan dari sebuah foto profil facebook. Saat melihat fotonya yang gundul langsung terbersit ide untuk menuliskannya dalam sebuah cerita pendek.
Ia datang ke rumahku seorang diri setelah sebelumnya bertanya ke sana kemari. Ia bercerita awal mula menemukan cerpen karyaku di sebuah koran yang ia yakini terinspirasi dari dirinya. Namun ceritanya lain. Kalau dalam cerpen ia kembali lagi dengan kekasihnya. Sedangkan di dunia nyata yang ia jalani kekasihnya tak pernah kembali. Ia ingin menemuiku dan menyampaikan padaku bahwa alur cerita dalam cerpen itu seharusnya tidak seperti itu. Ia ingin mengatakan kepadaku bahwa seorang pengarang akan lebih baik jika memiliki kemampuan menerawang masa depan seorang tokoh cerita yang ditulisnya, bukan sekadar berimajinasi saja. Lantas ia menemuiku dan menceritakan tentang kisah hidupnya. Kisah hidup yang lebih pilu dari cerpen yang aku tulis tentangnya.
“Aku menyesal dan khilaf, ia sepertinya menjebakku di malam yang dingin penuh godaan setan itu. Setelah perbuatan terlarang di malam itu ia berjanji akan menikahiku. Namun ketika aku datang padanya dan mengabarkan bahwa benih yang ditanamnya telah tumbuh dan berkembang di perutku maka ia berkelit bahkan menyuruhku untuk mengguggurkannya. Serta merta aku menolaknya. Janin itu darah dagingku tak mungkin aku melenyapkannya dari perutku. Lelaki pengecut itu hilang lenyap seperti di telan kegelapan yang penuh dengan setan-setan. Aku menduga ia telah menjadi salah satu makhluk penggoda yang paling menakutkan. Sementara itu aku berjuang seorang diri menjaga kandunganku sampai berumur sembilan bulan, sampai terlahir seorang bayi perempuan yang sangat aku sayangi. Karena aku masih kuliah dan tak ingin kisah pribadiku ini diketahui banyak orang, maka aku menitipkan buah hatiku pada saudaraku di sebuah tempat yang aku rahasiakan. Dan lelaki tak bertanggung jawab itu tetap menghilang tak sekalipun menunjukkan batang hidungnya.”
Ia terus bercerita padaku, sementara aku hanya mendengarkannya dengan seksama. Saat seperti itu ia mungkin hanya butuh didengarkan, tak perlu diberi nasehat ini itu. Dari mendengarnya dengan seksama pula aku mengetahui kalau ia ternyata seorang pengarang juga. Ia mengaku seringkali ia menulis cerita yang seperti menerawang masa depan. Seringkali tokoh cerita yang ditulisnya mengalami alur dan plot yang sama seperti apa yang ditulisnya. Dan sesuatu yang tak kuduga-duga diceritakannya bahwa ia menulis cerita tentang dirinya sendiri yang akhirnya menjadi pendamping hidupku.
“Tidak mungkin,” kali ini aku memberi komentar singkat saat ia menceitakan alur cerita yang ditulisnya bahwa aku akan menjadi pendamping hidupnya.
“Mungkin saja,” jawabnya enteng sambil tersenyum, “Apa yang tidak mungkin dalam sebuah kisah fiksi,” lanjutnya.
“Kalau cuma di dunia fiksi sih memang mungkin saja,” jawabku ringan dan tersenyum. Kalau sebatas fiksi aku setuju saja, namun kalau di dunia nyata pasti aku tak setuju. Bukan karena gadis itu tak menarik, namun aku sudah memiliki kekasih yang sangat setia kepadaku, aku tak ingin mengkhianati kekasihku yang mencintaiku apa adanya.
Tiba-tiba kekasihku datang ke rumahku, tak seperti biasanya ia datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Barangkali ia mendapatkan firasat yang kurang baik sehingga tergesa-gesa datang ke rumahku hingga lupa mengabariku lebih dahulu. Seperti dulu saat awal-awal aku menjalin hubungan dengannya. Ia tiba-tiba datang ke rumahku karena mendapatkan firasat yang kurang baik, ternyata memang benar ayahku sedang sakit dan aku belum sempat mengabarinya waktu  itu.
“Siapa dia?” kekasihku tampaknya kurang suka ada tamu seorang gadis cantik.
“Aku tokoh cerita yang pernah ditulisnya,” gadis itu menjawab ketika aku belum sempat membuka mulutku.
“Untuk apa kau mendatangi seorang pengarang?” kekasihku bertanya pada tamuku. Kekasihku juga seorang pengarang. Jadilah kami tiga orang pengarang saling bertemu.
“Aku penasaran pada seorang pengarang yang sebenarnya kreatif namun kurang jeli dan teliti dalam menggarap alur dan plot,” gadis itu melirik ke arahku.
“Bebas saja orang mau mengarang tentang apa dan bagaimana,” kekasihku agak ketus menanggapi gadis itu.
Mereka terus saja berdebat. Saling memberi argumen tentang dunia tulis menulis dan dunia apa saja. Mereka tampak saling memiliki wawasan yang luas karena barangkali bacaan mereka sangat banyak dan luas. Dari cara mereka berdebat sepertinya dengan argumen yang kuat meski mereka adalah penulis fiksi. Aku hanya memperhatikan mereka dengan seksama. Sampai gadis itu berpamitan untuk pulang. Saat meninggalkan kami berdua, gadis itu tersenyum ke arahku, entah apa maksudnya. Namun aku berusaha untuk menghindari lirikan matanya. Aku tak ingin tenggelam dalam pusaran cerita yang telah ditulisnya karena aku dan kekasihku esok hari akan menikah. Gadis itu berjalan kaki meninggalkan rumahku dan menghilang di kelokan jalan, sementara aku dan kekasihku berbalik arah masuk ke rumahku.[]
Banyumas, 5 Maret 2016

Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Arsip

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA