BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Selasa, 25 Desember 2012

Fiksiana: dari Sastra Langit ke Sastra Bumi

 

Sebagai awam, saya mengamati telah terjadi pergeseran sastra di Fiksiana Kompasiana. Dari sastra langit bergeser ke sastra bumi. 

Ulasan saya ini tidaklah berdasarkan kaidah keilmuan akademik karena basic saya memang bukan sastra. Ulasan saya ini hanyalah subjektifitas saya berdasarkan apa yang saya amati di Fiksiana, meskipun saya juga tidaklah terlalu intens mengunjungi Fiksiana berkaitan dengan waktu yang juga harus saya bagi di dunia nyata.


Sastra Langit
Sastra langit yang saya maksud adalah sebuah karya fiksi, bisa novel, cerpen, atau puisi yang ditulis berdasarkan kaidah baku penulisan sastra yang telah ada dan telah mapan. Hanya mereka yang mempunyai basic akademik sastra yang bisa memahaminya. Sastra langit mensyaratkan keindahan literasi dan kedalaman makna yang tinggi. Sastra jenis ini juga otoritatif dan rijid. Tulisan fiksi tidak serta merta disebut sebagai sastra langit, bahkan sebaliknya dapat dijuluki sastra instan, tulisan mentah, tulisan semena-mena, dan julukan-julukan merendahkan lainnya.

Sastra Bumi
Sastra bumi yang saya maksud adalah sebuah tulisan fiksi, bisa novel, cerpen, atau puisi yang ditulis tidak berdasarkan kaidah baku penulisan satra yang telah ada dan mapan. Tulisan jenis ini dapat ditulis oleh siapa saja dan kapan saja, baik dengan keindahan literasi maupun dengan bahasa denotatif sekalipun. Sastrawan atau penulis terkenal sampai orang pinggiran sebagai penghasil tulisan ini. Istilahnya dari rakyat kecil, oleh rakyat kecil dan untuk rakyat kecil. Tidak perlu repot-repot untuk meraih gelar akademik untuk menulis sastra bumi. Siapa pun bisa dan boleh menulis fiksi, tak ada yang melarang dan tak ada yang menggugat. Memang tak dipungkiri, karena penulisnya dari berbagai kalangan, maka tulisan yang dihasilkan pun beragam. Ada yang masih proses dan ada yang sudah berkualitas dan tidak kalah dengan sastra langit. Karakteristik sastra bumi adalah dari zaman sekarang yang melingkupinya. Dimana kecanggihan dan kemudahan teknologi informasi menjadi sesuatu yang nyata. Hal ini turut mewarnai tulisan yang dihasilkan. Sastra bumi cenderung menceritakan zaman sekarang karena merekalah anak zamannya, yaitu zaman sekarang ini. Sastra bumi tidak mensyaratkan apa-apa selain menulis itu sendiri.

Fiksiana
Fiksiana Kompasiana merupakan media untuk tulisan-tulisan fiksi. Seyogyanya dialektika yang dibangun adalah sebuah sinergi, bukan penghakiman otoritatif. Sastra langit dan sastra bumi hanya sekedar istilah, pada akhirnya akan menuju sastra atau susastra itu sendiri. Saya rasa banyak sastrawan yang bukan berlatar belakang akademik sastra yang telah menghasilkan karya sastra yang dipelajari secara akademik dalam kesusastraan. Inilah timbal balik positif yang seharusnya tercipta. Bukan saling bermusuhan dan saling menghancurkan. Mereka yang mempunya basic kesusastraan memberikan kritik yang membangun positif, halus, tidak menggurui, tidak menohok. Bukankah sastra itu sendiri halus? Penuh keindahan literasi dan memperhatikan rasa atau perasaan?
Di sisi lain, mereka yang mempunyai semangat belajar menulis fiksi dapat mendengarkan dan menerapkan nasihat itu dan kemudian dengan sungguh-sungguh mengasah dan mengembangkan kemampuan menulisnya. Sumbangan karya sastra sangat dinanti dan digadang-gadang dalam khasanah kesusastraan sebagai pengobat penat dan ruwetnya masalah duniawi yang ada. Jika ini dapat berjalan, saya yakin fiksi di Fiksiana akan tumbuh subur bak jamur di musim penghujan, dan akan lahir karya sastra-karya sastra yang segar dan orisinil.

Tulisan ini hanyalah tulisan dari seorang awam yang mencoba ikut peduli dalam sastra. Mohon maaf jika ada miskonsepsi, latah, norak atau picik. Jika salah, anggap saja sebagai tulisan curhatan yang tidak penting. Jika ada benarnya, anggap saja sebagai oleh-oleh dalam berselancar di Kompasiana.
Salam Fiksiana, Salam Kompasiana!
Banyumas, 7 Desember 2011
Agus Pribadi

(Diposting di Kompasiana, 7 Desember 2011)
Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA