BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat

Minggu, 15 Maret 2020

Potensi Bahasa Banyumasan dalam Penulisan Karya Sastra

Potensi Bahasa Banyumasan dalam Penulisan Karya Sastra

(Tinjauan Buku Jalitheng Karya Nasirin L Sukarta)

Oleh Agus Pribadi



Lapisan-lapisan dalam karya sastra

Entah siapa yang bilang, sastra itu seperti kue lapis. Maksudnya, memiliki beberapa lapisan. Lapisan pemaknaan. Pada lapis pertama, kau bisa menganggap karya sastra yang kaubaca sebagai kisah cinta biasa, puisi cinta pada umumnya …  (Pringadi Abdi)

Dalam novel Jalitheng, lapisan pertama cukup jelas, yakni kisah pertemuan Jalitheng dengan beberapa gadis, yakni Dewi dan Janet. Pada buku ini tidak jelas mana yang akan dipilih oleh Jalitheng: Dewi atau Janet?

Kemudian, untuk lapisan-lapisan selanjutnya dari novel ini, tentu nantinya pembaca yang budiman yang akan menemukannya sesuai pembacaannya masing-masing. Misalnya salah satunya adalah filosofi kudi yang bentuknya seperti seorang perempuan yang sedang hamil minus kepala, yang berarti orang hidup harus waspada dan berhati-hati sebagaimana orang yang sedang hamil. Dalam buku itu, tergambar bagaimana Jalitheng menceritakan dengan fasih filosofi kudi saat perkuliahan berlangsung yang membuat seisi ruang kuliah, mahasiswa dan dosennya tertegun takjub mendengar cerita Jalitheng tentang kudi.

 Barangkali itu salah satu lapisannya, dan mungkin masih banyak lapisan lainnya yang bisa diungkap oleh pembaca, misalnya bagaimana kondisi sosial politik waktu itu baik skala lokal maupun nasional; bagaimana keadaan benda dan tempat bersejarah, misalnya sumur mas yang airnya bisa untuk mengobati penyakit stress-nya Dewi; besalen atau bengkel untuk membuat peralatan pertanian yang dilakukan oleh empu/ pande besi; dongeng tentang ikan tambra sisik kuning, dan mungkin hal lainnya yang luput dari pembacaan.

Kekayaan kosa kata

Dalam novel ini, banyak sekali kosa kata yang menunjukkan bahwa bahasa Banyumas tidak kalah ampuhnya dengan bahasa Indonesia, dan bahasa lainnya, jika digunakan untuk menulis karya sastra. Namun, yang cukup memprihatinkan adalah kosa kata yang ada semakin banyak yang lenyap dan tidak digunakan lagi baik oleh orang banyumas sendiri-terutama generasi mudanya, apalagi oleh orang selain banyumas.
Sebagai contoh kosa kata- kosa kata yang cukup unik dan nyentrik dalam novel ini, sediikit diantaranya misalnya:

Luput-luput katuranggane
… Ora preyoga yen nganti kaduken gole kamitenggengen. Sebab agi mangan karo sambel, luput-luput katuranggane bisa keselek metu ncungur apa ora bilai sih.

srunthul
… njuten mbang srunthul ngoyok …

ngecebres
Yu Kar ngecebres ngomong …

Geyanggaman
Geyanggaman turut dalan ngguyu dhewek?”

ubluk
Playuning ubluk sing maring ngulon prenahe sengsaya banter

Latah
… ngguyu latah kepingkel-pingkel …

Kekuatan deskripsi

Penulis novel ini, memiliki kemampuan deskripsi sangat kuat, sebagai missal dalam mendeskripsikan Janet sebagai salah satu tokoh dalam novel ini:
…pundhake nraju mas, tangane nggendhewa pinenthang, drijine mucuk tanjung, bangkekane nawon kemit, bokong manjang ilang, pupune nyuthang walang.
Dalam bagian lain, tidak hanya indra penglihatan, namun indra pembau juga dideskripsikan:
Bocah wadon sing ababe mambu wangi kuwe njur menyat.

Bahasa yang “blakasuta”
Dalam novel ini, ditunjukan bahwa bahasa Banyumas juga bersifat blakasuta atau apa adanya dalam penulisan karya sastra. Namun demikian, bukan berarti terlalu vulgar, melainkan penulis ingin menggambarkan keadaan yang sesungguhnya pada pembaca. Salah satu contoh dalam buku ini adalah:
Malah tau nyong menangi agi ngumbah motor alus nganggo kathok jean cekak pisan ngantek tekan pok pupu.

Utak-atik Kata
Penulis novel ini sangat piawai dalam menyusun dan mengutak-atik kata, contohnya:
Kae tuli dongeng! Adoh tur ngaeng!

Dari hal-hal di atas, yakni: kekuatan kosa kata, kekuatan deskripsi, bahasa yang blakasuta, dan utak-atik kata; saya optimis bahasa Banyumasan memiliki potensi yang sangat besar dalam penulisan karya satra.[]
Banyumas, 14 Maret 2020
Agus Pribadi
Penulis buku cerkak Doresani
Share:

0 komentar:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA