BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Februari 2024

Kang Limun Terbang ke Langit

 


Kang Limun Terbang ke Langit

Cerpen Agus Pribadi

 

Pagi hari, Kang Limun sudah mematut diri di depan cermin. Ia merasa gagah mengenakan pakaian linmas kebanggaannya. Pakaian yang biasa dikenakannya saat ada acara-acara penting di kampungnya, seperti: pilkades, pertunjukan wayang kulit, resepsi tujuh belasan, dan acara lainnya. Tidak hanya merasa gagah, Kang Limun juga merasa bangga karena hari ini ia akan menjadi petugas keamanan TPS dalam pemilu tahun 2019, bersama Kang Dimin. Ia bertugas di pintu masuk, sementara Kang Dimin bertugas di pintu keluar.

Tidak hanya dirinya, Yu Surti yang sedari tadi mengamati Kang Limun mematut diri di depan cermin juga merasa bangga melihat suaminya begitu gagah dengan seragam linmasnya.

“Semangat sekali kamu hari ini, Kang?” tanya Yu Surti.

“Harus dong. Ini kan kesempatanku ikut berpartisipasi sekecil apapun untuk bangsa dan negara tercinta ini,” jawab Kang Limun sambil membetulkan ikat pinggangnya.

Yu Surti manggut-manggut. Hari ini ia melihat suaminya tampak begitu gagah. Dua puluh lima tahun pernikahan dan dikaruniai seorang anak lelaki dan dua orang cucu dari anaknya itu, baru kali ini ia melihat suaminya dengan perasaan bangga dan penuh cinta. Hatinya semakin bombong karena suaminya berjanji akan memberikan semua honor menjadi petugas keamanan kali ini untuknya.

“Aku berangkat dulu ya,” ucap Kang Limun sambil mengecup kening istrinya, sebuah sikap romantis yang jarang dilakukannya.

Kang Limun melangkah gontai meninggalkan rumah menuju ke TPS yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Yu Surti hanya bisa melihat kepergian suaminya dari depan pintu rumah. Ia melihat pujaan hatinya itu seperti gatotkaca yang sedang berjalan.

Yu Surti teringat dulu semasa mudanya, Kang Limun adalah jagoan kampungnya. Jika ada keributan di kampung, Kang Limun mampu mengatasinya. Ia terbayang dulu saat pulang dari mengikuti pengajuan di Masjid ujung desa. Saat berjalan sendiri, ia dihadang oleh tiga orang pemuda mabuk. Ia berteriak minta tolong. Kebetulan Kang Limun yang waktu itu masih bujangan lewat. Ketiga pemuda itu lari terbirit-birit karena tahu siapa pemuda yang dihadapi mereka. Hati Yu Surti pun luluh saat Kang Limun melamarnya. Gadis mana yang tak luluh pada pemuda segagah Gatotkaca.

Sesampai di TPS, Kang Limun bersiap mengikuti acara pengambilan sumpah oleh ketua KPPS. Delapan orang tampil ke depan. Enam anggota KPPS, dua petugas keamanan. Sebelum pengambilan sumpah, semua yang hadir berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kang Limun merasa bangga, ada embun yang siap jatuh di pelupuk matanya.

Pukul 07.30 acara pemungutan suara dimulai. Dengan semangat Kang Limun membantu menertibkan pemilih yang antri di meja pendaftaran dan menunggu bilik suara kosong. Sampai pukul satu siang, Kang Limun nyaris tidak beristirahat mengamankan keadaan. Selama itu, para pemilih silih berganti keluar masuk bilik suara. Di dalam bilik suara para pemilih membutuhkan waktu beberapa saat karena harus mencoblos lima surat suara.

Saat istirahat siang, Kang Limun menuju ke musala di dekat TPS untuk salat Zuhur. Usai salat, ia berdoa semoga ia bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Pukul 13.30 acara dilanjutkan dengan penghitungan surat suara. Kang Limun membantu mempersiapkan tempat, papan informasi, dan peralatan lainnya.

Penghitungan surat suara berjalan lancar namun agak pelan. Surat suara harus diteliti dengan cermat agar ketahuan di bagian mana bekas coblosan berada untuk menentukan sah tidaknya surat suara.

Tak terasa waktu sudah sore. Penghitungan surat suara baru selesai dua kotak suara, menyisakan tiga kotak suara. Acara akan dilanjutkan bakda Magrib. Kang Limun kembali menuju ke musala untuk shalat Ashar dan menunggu waktu shalat Maghrib.  Tubuh Kang Limin tampak letih, namun ia bertekad akan bertugas sampai selesai.

Sebenarnya Kang Limun terbiasa berjalan jauh saat mengamen bersama Cowet keponakannya yang tuna netra namun memiliki suara yang sangat merdu. Kang Limun biasa menyusuri jalan-jalan di berbagai tempat sejauh berkilo-kilo meter. Suara merdu Cowet dipadukan dengan ketipung Kang Limun menghasilkan lagu dan irama yang menghanyutkan pendengarnya. Cowet terbiasa menyanyikan lagu-lagu sendu, sesuai dengan kisah pilu hidupnya. Ia seorang gadis yatim piatu yang ditinggal mati kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan bus.

Namun entah hari ini, Kang Limun merasa tubuhnya begitu lelah. Mungkin karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Mungkin juga karena dua hari sebelumnya ia mengamen begitu jauh di luar kampungnya sehingga sisa lelah dan lelah hari ini berpadu dan berpilin menjadi satu jalin menjalin.

Pukul 18.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan kembali. Kang Limun membantu apa yang perlu dibantunya. Pukul 21.00 acara penghitungan surat suara dihentikan sebentar untuk beristirahat. Kang Limun menuju ke musala untuk salat Isya. Tubuhnya semakin lelah, namun sekuat tenaga ia kembali menuju ke TPS.

Pukul 21.30 acara penghitungan surat suara dilanjutkan kembali. Petugas KPPS, petugas keamanan, para saksi, pengawas, dan warga yang hadir fokus pada surat suara yang sedang diteliti keabsahannya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 tengah malam. Penghitungan surat suara menyisakan satu kotak suara. Tubuh Kang Limun menggigil di pojok ruang TPS. Udara jelang dini hari seperti menusuk tulang-tulangnya. Ia bertahan, dan tidak mengeluh pada siapapun. Ia berusaha untuk tetap tegar. Orang-orang masih fokus dengan penghitungan surat suara. Mereka memiliki rasa tanggungjawab yang sangat besar karena menyangkut nasib bangsa lima tahun ke depan.

Tepat ketika penghitungan surat suara selesai, Kang Limun tak sadarkan diri. Ia seperti bermimpi terbang ke langit. Di bawahnya, ia melihat istri dan anak cucunya melambaikan tangan ke arahnya. Ia juga melambaikan tangan ke arah mereka. Kang Limun terbang semakin tinggi. Entah ke mana ia akan pergi.[]

Banyumas, 28 April 2019

Agus Pribadi lahir di Purbalingga, 10 Mei 1978. Kini ia bermukim di Banyumas. Buku kumpulan cerpen terbarunya berjudul “Unggas-Unggas Bersayap Putih” (2018).

 

Cerpen ini tersiar di  Radar Banyumas, 5 Mei 2019 

 


 

Share:

Jumat, 30 April 2021

Pengembalian Naskah Masing-Masing Peserta (Proyek Antologi Cerpen Menembus Penerbit Mayor)

 


 

Sesuai ketentuan pasal 19 proyek antologi cerpen menembus penerbit mayor:

“Jika sampai 30 April 2021 draf tidak diterima penerbit mana pun, maka cerpen-cerpen terpilih menjadi hak penulis masing-masing (dikembalikan ke penulis masing-masing), dan tidak akan diterbitkan di penerbit indie.”

Berdasarkan hal di atas, maka naskah cerpen terpilih saya kembalikan ke penulis masing-masing karena belum ada atau tidak ada penerbit mayor yang menerima naskah tersebut.

Demikian pengumuman ini. Terima kasih atas partisipasi para penulis semua, mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan, serta harap maklum.

Salam literasi.

Banyumas, 1 Mei 2021

Agus Pribadi

Share:

Senin, 12 April 2021

Kelas Menulis Buku Kumcer: Tetap Belajar Nulis Saat Ramadan

 



Selama Ramadan 1442 H/ 2021 M, Agus Pribadi menggelar Kelas Menulis Buku Kumpulan Cerpen. Kelas berlangsung melalui grup whatsapp selama empat kali pertemuan yang digelar setiap hari Minggu pukul 10.00 – 11.30, dengan pendampingan menulis buku kumcer selama 6 bulan. Biasanya Agus Pribadi menggelar kelas cerpen—sudah angkatan 4— dan juga kelas novel angkatan 1 di luar bulan Ramadan, dan baru kali ini Agus Pribadi membuka kelas menulis buku kumpulan cerpen edisi Ramadan. Kegiatan ini istimewa karena boleh dikatakan sebagai kelanjutan dari kelas menulis cerpen, dan para peserta dituntut untuk bisa membagi waktu dalam mengisi bulan Ramadan: di antara kegiatan tarawih, tadarus, mengikuti pengajian, dan kegiatan lainnya, masih menyempatkan diri untuk belajar menulis.  Kelas ini bisa menjadi alternatif mengisi kegiatan positif selama Ramadan.

Materi yang diberikan dalam kelas menulis buku kumcer ini adalah:

1.      Kiat menulis cerpen

Materi ini lebih ditujukan untuk menggali 101 ide menulis cerpen. Harapannya dari kelas ini peserta bisa memiliki 10 ide cerpen untuk dikumpulkan sebagai draf buku kumpulan cerpen masing-masing peserta.

2.      Kiat menulis produktif

Penulis buku kumpulan cerpen adalah penulis yang produktif karena menghasilkan banyak cerpen untuk dibukukan. Kiat menulis produktif dihadirkan agar peserta memiliki kemampuan dan kebiasaan menulis produktif khususnya menulis cerita pendek.

3.      Kiat menulis buku kumpulan cerpen

Materi mengenai kiat menulis buku kumpulan cerpen agar tampil elegan dan menarik. Bagaimana cara mendapatkan benang merah dari cerpen-cerpen yang akan dibukukan?

4.      Merancang buku kumpulan cerpen

Merancang materi cerpen yang akan dijadikan buku. Peserta mempersiapkan cerpen-cerpen yang akan dibukukan.

Kelas ini akan dimulai 18 April 2021. Masih ada kesempatan mendaftar sampai 17 April 2021. Ada pemotongan harga Rp. 50.000,- bagi pendaftar sebelum 17 April 2021. Tidak hanya itu, peserta kelas ini juga mendapat bonus buku kumpulan cerpen terbaru karya Agus Pribadi.


Jika berminat bisa menghubungi no whatsapp 085290124307.

Share:

Selasa, 16 Maret 2021

Kelas Cerpen Angkatan 4 Siap Digelar

 


Setelah di tahun sebelumnya vakum menggelar kelas cerpen, tahun 2021 ini Agus Pribadi kembali menggelar kelas cerpen Angkatan 4 melalui grup whatsapp pada 2-3 April 2021. Di tahun 2020 Agus Pribadi fokus mengikuti berbagai kelas penulisan khususnya cerpen sebagai bekal untuk dirinya membuka kelas cerpen angkatan 4 ini. Agus Pribadi bertekad ada sesuatu yang baru yang bisa dihadirkan bagi peserta yang mengikuti kelas ini. Agus Pribadi memang suka membekali diri dengan kelas penulisan cerpen akan selalu bisa meng-up grade materi kelas yang diampunya. Kelas menulis yang sudah diikuti oleh Agus Pribadi sebagian diantaranya adalah kelas Cerpen Kompas, Kelas Menulis AS Laksana 4 seri, Kelas novel Han Gagas, dll. Cerpen-cerpen Agus Pribadi terpercik di Kompas.id, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll. Agus Pribadi Menjadi juara Harapan Lomba Cerpen bermuatan lokal Balai Bahasa Jawa Tengah 2020, dan Nomine lomba cerpen Bank Indonesia dan WadasKelir 2020. Agus Pribadi juga pernah menjadi juri di lomba cerpen remaja/ pelajar, dan dua kali menjadi juri lomba cerpen yang diikuti para cerpenis dari berbagai penjuru tanah air.

Kelas cerpen angkatan 4 ini akan fokus pada 2 hal mendasar:

1)    Apa itu cerita pendek?

Berisi materi apa itu cerpen, dan apa yang membedakan dengan bukan cerpen. Dengan mengetahui materi ini, peserta akan mudah untuk menulis cerpen.

2)    Bagaimana cara menulis cerita pendek yang elegan?

Berisi materi dan praktik langsung menulis cerpen yang elegan. Peserta diingatkan mengenai hal ihwal menulis cerpen seperti tanda baca, kalimat efektif, penulisan dialog, dll. Tidak berhenti sampai di situ, peserta juga diberi tips dan trik menulis cerpen yang mengandung bagian yang belum pernah diberikan di kelas-kelas sebelumnya.

Kedua pertanyaan itu akan coba dijawab dalam pelatihan ini, bukan hanya secara teoritis tetapi juga praktik. Dan yang menjadi ciri khas kelas-kelas yang diadakan oleh Agus Pribadi adalah ia sendiri ikut menulis cerpen bersama para peserta. Hal itu karena ini merupakan kelas praktik, bukan kelas yang hanya mengulas atau membicarakan cerpen.

Selama 2 sesi, dan ditambah 30 hari para peserta akan ditempa untuk mengenali cerpen, dan mengetahui serta mempraktikkan cara menulis cerpen yang elegan melalui praktik langsung menulis sebuah cerita pendek. Cerpen-cerpen karya peserta akan melalui proses konsultasi dan editing sehingga harapannya akan menghasilkan sebuah karya cerpen yang elegan, tidak sekadar selesai menuliskannya.

Bagi yang berminat bisa menghubungi nomor wa yang ada di poster.

Share:

Jumat, 30 Oktober 2020

Tiga Naskah Terbaik Nulis Cerpen Tiap Hari Bareng Agus Pribadi

 




Dari 13 Naskah yang lolos tahap penerbitan, yakni:

1              Gadis Bermata Biru – Agus Yuwantoro

2              Kaleidoskop di Komidi Putar – Dhianita

3              Akar – E. Rokajat Asura

4              Mataku Bicara, Kakiku Mendengar – Elfi Tridiana

5              Cerita Satu Kata – Ika Setyarini

6              Doa Zaira di Taman Surga – Jiah Palupi Twihantarti

7              Kulepas Engkau dengan Doa – Monika Nurdiani

8              Selarik Sajak Sarmin – Noerjoso

9              Mencari Harimau Jawa – Rezha  Rizqy Novitasary

10           Akar Petaka – Rokhmat Gioramadhita

11           Pesan Moral dalam Karya Sastro – Taqin Majid

12           Monochrome – Uniek Widyarti .N

13           Mata Alamat – Yuni Ari Rahmawati



Saya memilih 3 naskah terbaik, yaitu:

1.       Akar – E. Rokajat Asura

2.       Pesan Moral dalam Karya Sastro – Taqin Majid

3.       Akar Petaka – Rokhmat Gioramadhita


Masing-masing penulis naskah terbaik mendapat reward 250 ribu.

Selamat untuk semua.


Banyumas, 31 Oktober 2020

Agus Pribadi

 

Share:

Sabtu, 26 September 2020

PESERTA TERPILIH 15 HARI NULIS CERPEN TIAP HARI BARENG AGUS PRIBADI

 

pixabay.com

Dari 45 pendaftar, saya memilih 15 peserta terpilih yang akan menulis tiap hari selama 15 hari bareng saya. Berikut peserta terpilih:

1          AGUS YUWANTORO

2          AGUSTAV TRIONO

3          E. ROKAJAT ASURA

4          ELFI TRIDIANA

5          HITTAH RIZKYANE RADHIYAH

6          IKA SETYARINI

7          JIAH PALUPI TWIHANTARTI

8          MONIKA NURDIANI

9          NOERJOSO

10        PANJI PRATAMA

11        REZHA RIZQY NOVITASARY

12        ROKHMAT GIORAMADHITA

13        TAQIN MAJID

14        UNIEK WIDYARTI N

15        YUNI ARI RAHMAWATI

 

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua yang telah mendaftar. Bagi yang belum terpilih, semoga pada kesempatan yang lain bisa ikut terpilih.

 

Banyumas, 27 September 2020

Agus Pribadi

Share:

Minggu, 06 September 2020

Proyek Nulis Cerpen Tiap Hari Bareng Agus Pribadi

pixabay.com

 

Bagi Anda yang bermental baja dan ingin menulis produktif, Anda bisa mengikuti proyek ini dengan kentuan:

A.    Seleksi Peserta

1)      Proyek ini berupa “Menulis Cerpen Tiap Hari Bersama Agus Pribadi Selama 15 Hari”.

2)      Proyek ini terbuka untuk umum, baik penulis pemula maupun penulis profesional dengan sistem seleksi.

3)      Pendaftaran Peserta: Gratis.

4)      Pendaftaran peserta mulai 10-25 September 2020 dengan cara mengirim satu cerpen (boleh cerpen yang sudah pernah dipublikasikan) ke email: aguspribadi1978@gmail.com dengan subjek: cerpenseleksi-nama penulis

5)      Profil penulis dilampirkan di file terpisah yang memuat Nama, Tempat Tanggal Lahir, Alamat, No Whatsapp (wajib), Pekerjaan, Pengalaman Menulis, dll dengan nama file Profil Penulis.

6)      Akan dipilih 10-15 peserta yang lolos seleksi.

7)      Pengumuman peserta lolos seleksi 27 September 2020

 

B.     Bagi Peserta yang Lolos Seleksi:

 

1)        Cerpen ditulis setiap hari satu buah cerpen selama 15 hari berturut-turut sesuai jadwal pelaksanaan, dikumpulkan dalam satu draf yang berisi 15 cerpen yang hasilkan.

2)        Di bawah masing-masing cerpen ditulis tempat dan tanggal pembuatan cerpen sebagai bukti menulis tiap hari.

3)        Cerpen yang ditulis pada hari pertama akan dijadikan antologi bersama ke-1, cerpen hari kedua dijadikan antologi bersama ke-2. Demikian seterusnya sampai cerpen hari ke-15 dijadikan antologi bersama ke-15

4)        Tema Cerpen yang ditulis tiap hari: Bebas agar dapat mengeksplor ide seluas-luasnya.

5)        Cerpen ditulis dengan huruf Times New Roman 12, spasi 1,5 dengan panjang minimal 800 kata.

6)        Penggalian ide: 28-30 September 2020

7)        Pelaksanaan kegiatan menulis cerpen: 1-15 Oktober 2020

8)        Editing oleh peserta masing-masing: 16-18 Oktober 2020

9)        Pengiriman draf jadi: 19 Oktober 2020. Naskah/draf jadi berisi 15 cerpen, File draf jadi dilampirkan dengan nama file Cerpen15_Nama Penulis dikirim ke email: aguspribadi1978@gmail.com

10)    Biodata berbentuk narasi dicantumkan di bawah naskah (disertai foto diri dilampirkan terpisah dalam format jpg)

11)    Peserta yang tidak menyelesaikan menulis cerpen sesuai ketentuan berarti dianggap tereliminasi dalam kegiatan ini.

12)    Pengumuman 3 Naskah Terbaik 31 Oktober 2020

13)    Tiga naskah/draf terbaik akan mendapat reward masing-masing Rp. 250.000,-

14)    Seluruh naskah akan diterbitkan oleh Penerbit SIP Publishing Purwokerto.

15)    Rencana seluruh naskah akan diterbitkan menjadi 15 Buku Antologi Bersama ditambah 1 Buku Solo Kumpulan Cerpen masing-masing penulis.

16)    Biaya cetak buku ditanggung penulis dengan harga khusus.

17)    Rencana Launching Bersama : 10 Januari 2021


Narahubung: 085290124307 (Agus Pribadi)


Banyumas, 10 September 2020

Agus Pribadi


Didukung oleh Penerbit SIP Publishing Purwokerto

Share:

Rabu, 07 November 2018

Resensi Buku Unggas-Unggas Bersayap Putih


Merenungi Makna Kehidupan dalam Sebuah Cerita
Oleh Sam Edy Yuswanto*
 
Judul Buku      : Unggas-Unggas Bersayap Putih
Penulis             : Agus Pribadi
Penerbit           : Cipta Media Edukasi
Cetakan           : I, April 2018
Tebal               : vi + 98 halaman
ISBN               : 978-602-5812-12-5

            Banyak cara yang bisa digunakan untuk merenungi makna kehidupan ini. Salah satunya melalui sebuah cerita pendek atau cerpen. Meskipun cerita pendek merupakan karya fiksi, akan tetapi kisah dan tokoh-tokoh di dalamnya kerap terinspirasi oleh kejadian sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar kita.
            Agus Pribadi, penulis buku ini misalnya. Biasanya cerpen-cerpen yang ia tulis berdasarkan kejadian sehari-hari yang ia saksikan secara tak sengaja. Misalnya cerpen berjudul “Kendaraan Terbaik”, ia mengaku terinspirasi saat sedang mengendarai sepeda motor menuju tempat kerjanya. “Di atas kendaraan itu, saya menangkap ide cerpen dengan tema kendaraan terbaik yang bagi saya adalah keranda jenazah” papar Agus dalam kata pengantarnya.
            Dalam cerpen tersebut, dikisahkan seorang lelaki yang memiliki cita-cita selalu berubah-ubah seiring bertambahnya usia. Sewaktu kecil, si lelaki ingin menjadi seorang masinis. Alasannya, naik kendaraan panjang dengan banyak penumpang itu menyenangkan. Lalu, saat mulai masuk sekolah, ia bercita-cita ingin memiliki sepeda ontel. Sayangnya, ayah tak memiliki uang cukup untuk membelikannya sepeda ontel.
            Singkat cerita, ketika usianya beranjak dewasa, si lelaki memiliki cita-cita ingin memiliki sepeda motor. Lantas, ketika sudah bisa membeli sepeda motor, ia ingin memiliki mobil. Dan ketika sudah memiliki mobil, ia ingin naik pesawat terbang dalam setiap perjalanannya. Ya, cita-cita si lelaki selalu berubah seiring usia bertambah dan kekayaan yang melingkupi kehidupannya. Sayangnya, ia belum sempat kesampaian naik pesawat terbang karena ajal keburu datang menjemput. Ia baru menyadari semuanya ketika sedang berada di atas keranda jenazah yang tengah ditandu oleh anak cucunya (hal 9-12).
            Cerpen selanjutnya yang terinsiprasi dari kejadian di sekitar penulis berjudul “Sihir Bisa Ular”. Cerpen tersebut terinspirasi dari tetangga penulis yang meninggal dunia karena digigit ular kobra. “Dari kejadian itu, saya imajinasikan dengan hadirnya sosok bidadari pada mimpi-mimpi tokoh yang digigit ular” ungkap Agus Pribadi dalam kata pengantar buku ini.
            Cerpen “Sihir Bisa Ular” bercerita tentang seorang lelaki bernama Sona, seorang pengamen jalanan dan juga berprofesi sebagai penangkap ular untuk dijual. Setiap sore, ia menuju ke area persawahan, lantas memeriksa lubang-lubang yang berada di tepi tegalan atau di pinggir sungai dekat sawah. Saat ia melihat ular menyembul dari lubang tersebut, ia akan berusaha menangkap dengan tangannya, tanpa menggunakan pelindung apa pun (hal 13).
            Karena tanpa pelindung, Sona sering digigit oleh ular-ular hasil tangkapannya. Bahkan, ia secara sengaja membiarkan tangannya digigit ular-ular tersebut. Ia memang mengaku sakit, tapi berusaha tak dirasakannya. Karena rasa sakit itu hanya sebentar dan akan sembuh dengan sendirinya. Biasanya, usai digigit, saat malam hari ia akan bermimpi didatangi bidadari berwajah cantik yang ingin berteman dengannya.
Singkat cerita, suatu ketika Sona mengaduh kesakitan saat digigit seekor ular berkepala gepeng. Tak seperti biasanya, rasa sakit itu tak kunjung sembuh, bahkan semakin hari kondisi tubuh Sona semakin melemah. Anehnya, setiap malam saat tidur, wajah Sona justru terlihat berseri-seri. Ternyata ia tengah bermimpi bertemu bidadari yang ingin dinikahinya (hal 17).
            Masih banyak cerpen-cerpen menarik lainnya dalam buku ini yang selain menghibur juga sarat akan makna kehidupan. Misalnya, cerpen berjudul “Suami Setia” mengisahkan kesetiaan seorang lelaki terhadap istri yang dicintainya, cerpen berjudul “Unggas-Unggas Bersayap Putih” bercerita tentang seorang perempuan yang lalai menjaga anak yang tengah bermain sendirian hingga akhirnya tenggelam di dalam kolam, dan lain sebagainya.
Meskipun di dalam buku ini masih dijumpai beberapa kesalahan penulisan, tapi tak sampai mempengaruhi kisah-kisah menarik yang ditulis oleh pria kelahiran Purbalingga Jawa Tengah, yang saat ini selain berprofesi sebagai penulis, juga sebagai guru SMPN 5 Mrebet Purbalingga.
***
             *Peresensi: Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.

( Dimuat di Radar Sampit, 4 November 2018 )


Share:

Jumat, 05 Mei 2017

Jamur


Cerpen Agus Pribadi
Sebagai sarjana Biologi sejak lama sebenarnya aku ingin membudidayakan jamur, khususnya jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Namun entah kenapa, keinginan itu masih saja sekadar keinginan. Sebuah keinginan yang terbersit sejak aku masih bujangan sampai memiliki dua orang anak. Sejak aku baru lulus (fresh graduate) sampai aku menjadi seorang guru IPA.

Sebagai sarjana Biologi atau sarjana Sains aku lebih bergelut dengan ilmu murni, namun jalan hidup mengantarkanku menjadi seorang guru IPA pada sekolah menengah pertama. Saat kuliah aku mengambil jurusan Zoologi atau ilmu yang mempelejarai tentang hewan. Sedangkan jamur ada pada jurusan botani, meskipun dalam mata kuliah  tertentu aku juga mempelajari jamur, namun tidak terlalu aku tekuni.
Waktu kuliah sebenarnya ada teman-temanku yang menekuni budidaya jamur Tiram Putih, namun waktu itu aku kurang tertarik untuk mengikuti jejak teman-temanku itu. Setelah aku wisuda, keinginanku untuk bertanam jamur mulai tumbuh, namun tetap tidak terwujud. Aku lebih sibuk mencari kerja dan berkegiatan di bidang lain. Pernah aku mencoba membudidayakan benih Gurami, namun kurang berhasil sampai aku memilih bekerja sebagai seorang sales pada sebuah perusahaan farmasi, dan akhirnya aku putar haluan bekerja menjadi seorang guru.
Bukan hanya karena aku Sarjana Biologi sehingga dengan menekuni budidaya jamur akan semakin mengukuhkan keilmuanku, namun menurutku jamur merupakan makhluk hidup yang unik. Dalam ilmu klasifikasi tumbuhan, bukan tanpa alasan kalau awalnya jamur masuk dalam dunia tumbuhan. Sekarang terpisah dan menjadi dunia sendiri yakni dunia jamur (Fungi). Jadi, meskipun jamur memiliki bentuk seperti tumbuhan, namun jamur bukanlah tumbuhan karena tidak memiliki zat hijau daun (klorofil). Tersebab tidak memiliki zat hijau daun, jamur tidak bisa membuat makanannya sendiri (fotosintesis). Jamur mengambil makanan dari luar tubuhnya, yakni makhluk hidup lain atau sisa makhluk hidup yang telah mati. Sebagai contoh jamur Tiram Putih.  Jamur itu biasanya dibudidayakan pada media serbuk kayu yang dicampur dengan dedak dan bahan lainnya. Menurut referensi yang aku baca, selain memiliki gizi yang tinggi, jamur tiram juga bermanfaat untuk kesehatan dan pengobatan.
Pertemuanku kembali dengan jamur khususnya jamur Tiram Putih terjadi sekitar beberapa minggu yang lalu. Berawal dari sebuah pameran hasil karya para pelajar yang diadakan di kotaku. Aku dan beberapa muridku ikut menyaksikan kegiatan itu, dan aku berkesempatan singgah di sebuah stand yang menjual baglog jamur Tiram yang siap tanam. Aku membeli dua buah baglog dan aku letakkan di dekat kamar mandi. Beberapa minggu kemudian tampaklah jamur Tiram yang mulai tumbuh. Beberapa hari kemudian, jamur-jamur itu sudah menampakkan tubuh buahnya yang seperti tiram berwarna putih. Pada saat panen, hasilnya satu piring jamur Tiram siap dimasak oleh istriku.
“Wah, lumayan buat makan siang sayur jamurnya, Mas.” Ucap istriku melihat jamur segar yang berada di atas piring yang siap untuk dimasak.
“Iya, kalau dimasak menjadi sayur jamur yang pedas, pasti aku suka, apalagi nasinya baru menanak. Pasti aku akan menghabiskan nasi lebih dari satu piring,” sahutku.
Istriku pun memasak jamur segar itu. Aku menungguinya sambil bermain dengan si Mbarep, anakku yang berumur tujuh tahun. Sementara si bungsu yang berumur setahun sedang tidur di kasur yang berada di kamar belakang. Kedua anakku laki-laki.
Sebelumnya aku mengontrak rumah di luar kota bareng istri ketika awal menikah karena mengikuti tempat kerjaku di luar kota. Namun, ketika aku pindah kerja di tempat yang dekat dengan rumah orang tua istriku, kami pun pindah menempati rumah orang tua istriku. Aku dan istriku menempati rumah bagian depan, sementara orang tua istriku menempati bagian belakang. Hanya sekat tembok dengan pintu yang tidak terkunci yang membatasi rumah bagian depan dan rumah bagian belakang. Dan beberapa tahun kemudian aku membuat kamar mandi sendiri agar tidak mengganggu orang tua istriku. Dan di dekat kamar mandi itu aku letakkan dua buah baglog yang ditumbuhi jamur. Aku melihat baglog yang satu juga mulai tumbuh jamur yang baru berumur satu hari menyusul baglog satunya yang jamurnya sudah dipanen. Melihat jamur itu aku seperti melihat diriku sendiri. Terkadang aku memiliki keinginan untuk membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Bukannya kami tidak hidup harmonis tinggal dalam satu rumah dengan orangtua istriku. Namun, aku merasa akan lebih nyaman tinggal mandiri di rumah sendiri bareng anak istri. Namun aku masih mencoba memegang komitmen yang diucapkan istri ketika aku mengajaknya menikah.
“Tapi Mas harus tinggal di rumah ini,” ucap istriku kala itu. Aku pun mengiyakannya. Aku memegang komitmen itu sampai saat ini, sampai usia pernikahan sudah sembilan tahun.
“Mas, ini sayurnya sudah matang!” seru istriku. Aku yang sedang melamun agak kaget. Si Mbarep sedang asyik sendiri bermain game yang ada di HP android milik ibunya.
“Ayo kita makan!” seruku.
Aku mengambil nasi dan mencoba sayur jamur yang baru dimasak istriku. Rasanya memang nikmat.
Aku berencana akan membudidayakan jamur Tiram bulan depan. Sebagai hiburan ketika penat urusan pekerjaan. Semoga keinginan dan rencanaku ini dapat terlaksana bukan sekadar keinginan semata. []
Banyumas, 1 Januari 2017

Share:

Sabtu, 12 November 2016

Sepeda Motor


Cerpen Agus Pribadi

Satu-satunya kendaraan yang menjadi andalanku saat ini adalah sepeda motor bebek milikku yang kubeli dengan cara mengangsur selama empat tahun. Kendaraan tersebut paling cocok karena tempat kerjaku jauh. Naik angkutan umum bisa terlambat, naik mobil pribadi belum mampu membeli.

Aku lebih memilih motor yang bukan matic karena menurutku memindah-mindah gigi lebih mantap daripada tanpa gigi seperti yang ada pada motor matic.
Selama empat tahun dengan telaten aku mengangsur sepeda motorku setiap bulannya. Uang setengah juta harus kusetor setiap bulan ke dealer motor. Seperti penulis yang telaten menulis buku yang sangat tebal, aku juga harus telaten mengangsur pembayaran kendaraanku agar tidak dicabut oleh dealer karena terlambat mengangsur. Ada seorang tetangga yang motornya dicabut dealer karena terlambat beberapa bulan padahal ia sudah mengangsur selama setahun. Aku tak mau nasib motorku sama seperti tetanggaku itu.
Aku membeli sepeda motorku, tepatnya mengangsurnya bertepatan dengan sebulan sebelum hari pernikahanku. Mungkin bisa dibilang agak nekad, pengeluaran sedang agak banyak untuk persiapan menikah, bersamaan dengan itu harus mengangsur sepeda motor. Ini semata kulakukan karena aku ditempatkan di tempat yang jauh pada pekerjaanku yang baru ini. Jika ditempuh naik sepeda motor, maka butuh waktu 50 menit untuk aku sampai ke tempat kerja. Jika aku naik kendaraan umum pasti setiap hari akan terlambat karena harus beberapa kali naik kendaraan umum.
Seperti seorang yang mengendarai sepeda motor di jalanan umum. Pasti kendaraannya akan mengalami kecepatan yang berbeda beda. Kadang bisa cepat, kadang harus mengerem karena ada yang menyeberang jalan, kadang harus berhenti karena lampu merah. Pun dengan angsuranku setiap bulannya, tidak selalu berjalan mulus terutama di bulan-bulan awal. Kadang terlambat satu atau dua hari, kadang lancar. Jika sedang terlambat, akan ada petugas yang datang menagih. Setelah melewati enam bulan, angsuran sepeda motorku berjalan lancar seperti mobil yang melaju di jalan tol. Sebagai pegawai yang bekerja di tempat yang baru, aku giat bekerja, apalagi aku sudah menikah maka bertambah giatlah aku bekerja untuk menghidupi istri dan anakku kelak. Penghasilanku pun linier dengan semangatku itu. Angsuran sepeda motor tak sebulan pun terlambat aku setorkan ke dealer. Aku pun rajin melakukan servis kendaraan ke bengkel resmi, jika ganti suku cadang pun yang asli.
Panas dan hujan tak aku hiraukan, aku tetap rajin bekerja. Sejalan dengan itu aku tak menyadari, sepeda motor sudah semakin usang. Kendaraan yang pada awalnya baru dan kinclong, sekarang sudah seperti kendaraan yang uzur dan jarang kurawat. Meski angsuran sudah lunas, problem kendaraanku sekarang adalah sudah sulit dipakai, mungkin karena suku cadangnya sudah minta untuk diganti tapi aku belum juga menggantinya. Kalaupun mengganti onderdil yang aus, aku menggantinya bukan dengan yang asli. Ditambah lagi sekarang aku sering mengantuk saat pulang dari tempat kerja. Mungkin karena lelah ditambah melakukan perjalanan jauh di atas sepeda motor terkadang membuat mengantuk.
Mengenai sepeda motor ada yang menyarankan untuk menjualnya dan menggantikan dengan yang baru.
“Dijual saja, nanti beli yang baru biar kau lebih nyaman dalam berkendaraan,” saran teman kantorku. Aku hanya mengiyakan namun dalam hati aku tak tega untuk menjual sepeda motor yang mendapatkannya harus mengangsur selama empat tahun. Suatu malam aku mengamati sepeda motorku yang aku parkir di ruang tamu. Aku mengamati kendaraan yang kotor karena jarang dicuci. Aku melihat kendaraan itu seperti letih, menemaniku selama lebih dari empat tahun pulang pergi dari rumah ke tempat kerja. Aku merasa tak adil dalam memperlakukan kendaraanku. Esoknya aku menuju ke tempat cucian motor untuk dibersihkan. Biarpun sudah dibersihkan motorku tetap tampak sudah uzur jika dibandingkan dengan motor-motor baru keluaran baru. Apalagi saat kujalankan sudah sulit untuk berjalan dengan cepat. Terbersit keinginan untuk menjualnya dan membeli motor baru sebagai penggantinya. Motor yang lebih up to date. Teman-temanku di kantor pun menyarankanku untuk membeli motor yang baru dan menjual motor lama.
“Ayo Bud, beli motor baru yang lebih gaul, nanti kau akan tampak lebih muda lagi, pasti kau akan tampak keren jika memakai motor model terbaru,” ucap temanku di kantor. Aku menanggapi dengan tersenyum saja.
Sambil mengamati cicak-cicak di dinding kamar, aku menimbang-nimbang apakah akan membeli motor baru atau tidak. Seekor cicak di dinding juga sedang bingung mengambil keputusan apakah akan menangkap nyamuk atau meninggalkannya. Sedari tadi cicak itu diam saja melihat seekor nyamuk berada di depannya. Ketika cicak itu akan menangkap nyamuk itu, sepersekian detik sebelumnya nyamuk itu sudah melarikan diri. Cicak itu hanya menangkap angin.
Akhirnya aku mengambil keputusan untuk tidak menjual motor lamaku, dan tidak membeli motor baru. Aku memutuskan akan mengganti onderdil yang perlu diganti agar motorku bisa menjadi lebih baik dan nyaman saat dipakai.[]
Banyumas, 22 Maret 2016


Share:

Swara


Cerpen Agus Pribadi

Aku menyesal kenapa harus menanyakan hal itu kepada muridku. Sebagai wali kelas aku terpaksa menanyakan itu untuk suatu keperluan data sekolah di mana aku bekerja.
“Siapa yang tinggal bersama orang tua kandung?”
“Siapa yang tinggal bukan dengan orang tua kandung?”
Pada pertanyaan kedua itu, ada salah satu muridku yang bernama Swara melinangkan airmata.
Gambar Pixabay.com
“Pak, Swara menangis,” ucap Tekun teman sebangkunya. Awalnya aku tak mengetahui kenapa Swara menangis, baru satu minggu aku menjadi wali kelasnya sehingga aku belum tahu latar belakang keluarganya. Yang aku tahu waktu orientasi siswa baru, Swara yang nama lengkapnya Swara Prakasa itu tampil ke depan menyanyikan sebuah lagi. Suaranya amat merdu membuat teman-teman dan para guru yang mendengarnya terkesima. Saat tampil menyanyi di depan teman-temannya, Swara sangat percaya diri. Dalam bernyanyi, ia penuh penghayatan dan menguasai panggung. Itu sebabnya aku tak percaya ketika melihat Swara melinangkan airmata.
Saat istirahat, aku memanggil Swara ke ruanganku.
“Saya minta maaf jika pertanyaan saya tadi membuatmu bersedih, Swara?”
“Tidak apa-apa, Pak,” Swara kembali melinangkan airmata dan berusaha mengusapnya dengan tangannya.
“Saya boleh tahu kenapa kamu bersedih?”
Dengan perlahan Swara menceritakan tentang keluarganya. Sambil mengusap airmatanya yang terus mengalir, Swara menceritakan bagaimana ia harus berpisah dengan ibu kandung yang sangat disayanginya. Ibunya meninggalkannya ketika ia berusia lima tahun. Ibunya pergi ke kota dan tidak pernah kembali. Saat Swara besar, ia kerap mendengar selentingan orang-orang kalau ibunya menikah lagi dengan orang lain. Sebagai anak lelaki semata wayangnya, Swara merasa kecewa dengan kelakuan ibunya itu. Swara dibesarkan oleh ayahnya sampai saat ini. Ketika malam hari Swara kerap bermimpi melihat ibunya sedang berjalan bersama lelaki lain yang bukan ayahnya. Bahkan dalam mimpinya itu, ibunya menggendong seorang anak balita yang bukan dirinya. Swara memanggil-manggil ibunya, namun ibunya hanya melambaikan tangan dan meninggalkannya.
Ketika bersekolah di SD, Swara terlihat bakatnya dalam bidang tarik suara, sedangkan di bidang akademik prestasi Swara biasa saja. Guru keseniannya dapat menangkap bakat menyanyi yang ada pada Swara. Swara dibimbing dengan tekun oleh gurunya itu berlatih olah vokal. Dan kerja keras keduanya pun mulai membuahkan hasil. Awalnya Swara mengikuti lomba menyanyi tunggal di kecamatan dan meraih juara dua. Dan di tahun-tahun berikutnya ia banyak mengukir prestasi dalam bidang menyanyi baik di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi. Piala-piala terpajang rapi di lemari rumah. swara sangat ingin memperlihatkannya pada ibu kandungnya, namun ibunya itu tidak juga pulang ke rumah. ketika swara kelas tiga SD, ayahnya menikah lagi dengan seorang perempuan yang sangat menyayangi swara layaknya anak kandungnya. Meskipun demikian Swara tetap terkenang-kenang pada ibu kandungnya.
Aku melihat swara bercerita kepadaku dengan tulus dan murni. Sepertinya tidak ditambah-tambah atau dikurangi. Aku mendengarkannya dengan seksama.
“Kamu yang tegar dan tabah ya. semoga kelak kau dapat bertemu dengan ibumu.” Aku memberinya semangat setelah ia selesai bercerita.
Hari-hari yang berlalu dilalui murid-murid kelasku, kelas 7 F dengan bersemangat, termasuk juga swara. Ketika acara perwalian aku mengisinya dengan motivasi yang aku berikan agar murid-muridku bersemangat dalam belajar dan mengukir prestasi. Seperti sebuah novel yang pernah saya baca yang mengandung ungkapan yang memberi semangat, yakni “man jadda wa jada” dalam novel yang berjudul Negeri 5 Menara” karya Ahmad Fuadi.
“Anak-anak, jika kita bersungguh-sungguh maka akan berhasil,” ucapku memberi suntikan semangat pada mereka. Murid-muridku pun tampak antusias di lihat dari duduknya yang agak condong ke depan.
Ketika ada lomba antar kelas, murid-muridku mempersiapkannya dengan baik, khususnya dalam perlombaan menyanyi secara beregu. Swara tampak aktif memberi masukan pada teman-temannya dalam hal olah suara dan gaya pada saat menyanyi. Dan hasilnya kelas kami menjadi juara satu. Tubuh Swara yang agak kecil diangkat oleh teman-temannya, demikian mereka mengekspresikan kemenangannya.
Ketika kenaikan kelas, Swara tidak mendapatkan ranking, namun banyak prestasi yang dicapainya di bidang menyanyi. Swara menyumbangkan lima piala lomba menyanyi kepada sekolah.
Tahun ajaran baru, swara kembali menjadi bagian dari kelas dimana aku menjadi wali kelasnya, yakni kelas 8C. Belum genap sebulan menjalani kelas barunya Swara sudah beberapa hari tidak masuk tanpa keterangan apapun. Saat aku berkunjung ke rumahnya, hanya neneknya yang menemuiku.
Menurut neneknya, Swara minta di antar ayahnya ke Jakarta untuk menemui ibu kandungnya. Aku pun menyayangkan orangtua swara yang tidak membuat surat ijin untuk anaknya. Seminggu sudah swara tidak masuk tanpa surat ijin. Mungkin swara sudah pindah sekolah di Jakarta.
Hari senin pagi aku terkejut karena swara berangkat kembali ke sekolah. Dan ia menemuiku meminta maaf karena surat ijin yang sudah dibuat ternyata tertinggal di tas teman yang dititipi surat itu. Di Jakarta Swara telah bertemu ibu kandungnya,dan berjanji pada ibunya itu akan terus berprestasi agar menjadi anak kebanggaan orang tua.
Aku bersyukur, swara bisa kembali bersekolah menggapai cita-citanya yang tergantung di langit.[]
Banyumas, 12 Maret 2016

Share:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA