BELAJAR SEPANJANG HAYAT


Catatan Harian Seorang Guru IPA







Selamat berkunjung di blog kami, semoga bermanfaat
Tampilkan postingan dengan label catatan harianku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label catatan harianku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Desember 2016

Membaca Buku Kumcer Tiga Cerpenis UNSA Press


Cukup lama saya membeli tiga buku kumcer dari penulis yang berbeda. Dan ketiganya saya pesan langsung ke penulisnya via facebook. Ada keinginan untuk sedikit mengulasnya secara sederhana, namun ke-sok sibuk-an membuatku tak pernah memiliki waktu untuk sekedar menulis tentang ini. Ditambah daya bacaku yang mungkin masih minimalis untuk buku-buku kumcer dari para penulis yang sangat berbakat ini. Dan kali ini, saya memberanikan diri untuk menuliskannya meski mungkin sangat sederhana.
Buku 1 : Alona Ingin Menjadi Serangga karya Mashdar Zainal
Saya mengenal karya penulis satu ini jauh sebelum saya mencoba ikut-ikutan menulis cerpen. Tulisannya hidup dan lincah. Seakan ada saja yang bisa diceritakannya dari sebuah tema yang bagi sebagian penulis lain mungkin hanya dituliskan dalam selarik kata. Namun bagi Mashdar Zainal bisa dituliskan dalam beberapa paragraf.
Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang bertema utama tentang dunia anak sebagaimana dalam buku ini tertulis :
Dunia pikiran anak-anak adalah daratan penuh kabut yang cukup mengasyikkan untuk ditelusuri ditebak-tebak atau direka-reka. Setidaknya ada 14 cerpen yang ada dalam buku ini mulai dari “Alona Ingin Menjadi Serangga” sampai “Petani Dongeng”. Saya menggunakan cerpen “Alona Ingin Menjadi Serangga” sebagai wakil dari kupasan saya mengenai cerpen-cerpen dalam buku ini. Saya memilih cerpen tersebut karena menjadi judul buku ini dan tentunya menjadi cerpen unggulan dalam buku ini.
Cerpen ini mengisahkan tentang Alona yang dihukum ibunya karena pulang terlambat. Ia dibiarkan berada di teras rumah meski hari sudah larut malam. Ketika ibunya membuka pintu saat dini hari, ternyata Alona sudah pergi entah kemana.
Mashdar Zainal menggunakan simbol atau perumpamaan serangga untuk menggambarkan tentang dunia impian anak-anak yang bermakna kebebasan dan kenyamanan. Meskipun kenyataannya berbeda dengan impian (paradoks atau ironi) hingga sang tokoh pergi entah ke mana. Di sini Mashdar Zainal menggunakan ending menggantung. Pembaca dibiarkannya meneba-nebak sendiri ke mana, bagaimana nasibnya, dan sejumlah pertanyaan lainnya pada tokoh utama cerpen ini.
Gambar 1. Buku Alona Ingin Menjadi Serangga (sumber unsapress.com)

Buku 2 : Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya karya Adi Zam Zam
Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang bertemakan tentang simbolisasi dunia hewan pada dunia manusia. Manusia bisa mengambil pelajaran pada apa saja termasuk pada kehidupan dan perilaku hewan. Setidaknya ada 17 cerpen dalam buku ini, mulai dari “Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya” sampai “Aku”. Saya menggunakan cerpen “Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya” untuk mengulas buku kumcer ini.
Cerpen ini bercerita tentang ketabahan hati seorang ibu pada suka duka yang dihadapi keluarganya. Keadaan sakitnya, tingkah suaminya yang seringkali tak berkenan di hatinya, membuatnya terkadang ingin putus asa. Namun ada laba-laba di kamarnya yang setia menemaninya. Laba-laba yang terus merajut sarangnya, meski kerap kali rusak. Perempuan itu ingin seperti laba-laba itu, selalu memperbaiki keadaan tanpa putus asa. Adi Zam Zam penulis yang peka pada keadaan sekitar. Memang demikian seharusnya seorang cerpenis, mencari makna di setiap keadaan termasuk keadaan para hewan yang ada di sekeliling.
Gambar 2. Buku Laba-laba yang Terus Merajut Sarangnya (Sumber unsapress.com)

Buku 3 : Museum Anomali karya Ken Hanggara
Buku ini merupakan karya penulis muda yang berbakat dan sangat produktif, akhir-akhir ini karya-karyanya sering bertaburan di media massa hampir setiap minggunya tidak hanya satu bahkan dua atau tiga sekaligus. Penulis yang konon setiap hari menulis cerpen ini, dalam buku ini mempersembahkan 17 karyanya yang bertema utama tentang dunia hantu dan dunia misteri, mulai dari “Digoda Setan” sampai “Museum Anomali”. Saya menggunakan cerpen “Museum Anomali” sebagai fokus dalam mengulas buku ini. Barangkali Ken Hanggara memilih judul ini untuk memikat pembaca, karena sesuatu yang anomali dan tidak umum biasanya membuat pembaca penasaran dan terpikat. Sebagaimana buku kumcerku yang saya beri judul “Gadis Berkepala Gundul”, sebuah judul yang menurutku unik dan aneh.
Gambar 3. Buku Museum Anomali (sumber unsapress.com)

Cerpen “Museum Anomali” berkisah tentang Sapono, penunggu museum Anomali yang memang Anomali dan misterius. Para pengunjung yang tampak murung, dan pemilik museum yang tak pernah menunjukkan jati dirinya. Namun Sapono tetap bertahan pada pekerjaannya itu demi menghidupi kedua istri dan anak-anaknya. Di akhir cerita, seperti ada misteri yang ditampilkan oleh Ken Hanggara melalui sebuah kalimat :
Bos selalu berpesan pada saya, “Kadang-kadang kita perlu menghabisi orang sendiri, agar keberlangsungan kita terjaga.” []

Share:

Minggu, 11 Desember 2016

Peluncuran Dua Buku Sastra Karya Jarot C Setyoko

Sastra di Banyumas kembali terdengar gaungnya. Kali ini, Budayawan sekaligus politikus Jarot C. Setyoko meluncurkan dua buku sastra sekaligus yang bertajuk “Kasidah Hujan dan Hikayat Arus Bengawan “ serta “Sakramen Kesunyian dan Requiem Senjakala” pada Minggu, 11 Desember 2016. Acara yang digelar di Pendopo Wakil Bupati Banyumas dan dihadiri ratusan peserta itu berlangsung meriah, dan dibuka dengan penampilan Gethek Inspiration yang membawakan musikalisasi puisi karya mantan aktivis ’98 itu yang  berjudul Sajak Pamegatsih. Dengan apik puisi itu dibawakan menjadi sebuah lagu. Tepuk tangan penonton pun menggema usai puisi itu dibawakan.
Gambar 1. Musikalisasi Puisi Sajak Pamegatsih karya Jarot C Setyoko oleh Gethek Inspiration

Sajak Pamegatsih
Karya Jarot C. Setyoko
Di mana akan kau simpan, serpihan pagi
yang patah dibingkai jendela, ketika jejak sepatuku
merenggut tetirah rerumputan, yang tak sempat
mengirimkan tawar bau embun padamu.
Akankah tetap kau tunggu, hari tertahan
di wajah ufuk yang kusam, ketika detak jam dinding
Membeku di sudut matamu, meluruhkan berlaksa puja
yang tak pungkas oleh terpaan warna senjakala.
Bagaimana kelak kau jaga, kata tertulisan
dengan tinta warna merah dara, ketika sajakku
tak lagi sanggup membangkitkan prasapa
dan meniupkan doa-doa dalam pejam matamu.
Karena jika kelak tak kutemukan jalan berpulang
ke pintumu, hanya bait-bait ini yang kunyatakan  
dari murah kaki langit, rupa kerinduan kita
yang tak akan lagi bersapa.
Solo-Purwokerto Agustus 2009
Acara yang digelar siang hari itu dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Banyumas, serta berbagai komunitas serta tokoh seni dan budaya dari dalam maupun luar Banyumas.
Generasi Penerus Ahmad Tohari
Selain menulis sajak, Jarot juga menulis cerpen. Setidaknya ada 16 cerpen yang ada di buku itu yang menurut editor buku tersebut, Yudhis Fajar Kurniawan memiliki ciri yang menjadi kekuatan cerpen-cerpen Jarot yakni : Keragaman tema, latar cerita yang detail, penggunaan majas yang terukur dan tak berjarak dengan apa yang ingin digambarkan, dan alur cerita yang penuh ironi dan kejutan.
Dengan peluncuran buku itu, tak berlebihan kiranya jika Jarot menjadi salah satu penerus kepengarangan Ahmad Tohari, cerpenis dan novelis yang kondang dengan “Ronggeng Dukuh Paruk”. Sebagaimana dalam persembahan buku itu, Jarot juga menyebut nama Ahmad Tohari sebagai guru yang mengajari makna dan cara berkebudayaan.[AP]


Gambar 2. Jarot C Setyoko memberikan kata sambutan dalam launching bukunya.

Gambar 3. Ratusan penonton memadati acara launching buku karya Jarot C Setyoko

Ket. Foto-foto dokumentasi pribadi
Share:

Sabtu, 19 November 2016

Guru dan Ngeblog

Kondisi kekinian, ternyata guru dan aktivitas ngeblog telah menjadi semakin akrab. Tentunya ini menjadi salah satu tanda semakin majunya para guru.


 Gambar 1. Bapak Heru Prayitno selaku panitia lomba blog sedang memberi pengarahan (Minggu, 20 November 2016)
                                            Gambar 2. Peserta lomba blog sedang berlomba
                                         Gambar 3. Penulis sebagai salah satu peserta lomba blog

Hal itu terbukti dengan berkompetisinya puluhan guru untuk ngeblog yang terbaik. Kegiatan tersebut dalam rangka Hari Guru Nasional Tahun 2016 dan HUT PGRI Ke-71 Tahun 2016 Tingkat Kabupaten Purbalingga.
Menurut panitia Lomba, Bapak Heru Prayitno, lomba ini dimaksudkan untuk membentuk komunitas blogger guru Purbalingga ke depannya
Lomba ngeblog para guru di Kabupaten Purbalingga itu di gelar di SMP Negeri 4 Purbalingga pada Minggu, 20 November 2016. Lomba tersebut dilaksanakan selama 3 jam mulai pukul 09.00. lomba kali ini kurang banyak diikuti peserta, untuk tahun-tahun ke depan semoga bisa bertambah banyak untuk jumlah peserta yang mengikuti lomba sejenis
Adapun peserta lomba tersebut adalah :
NO
Nama Guru
Asal Sekolah
1
Musriah, S.Pd. SD
SD 1 Brecek
2
Juminto, S.Pd.SD
SD Negeri Galor 2
3
Wildan Rahmatullah, S.Pd.SD
SD Negeri 1 Bumisari
4
Arif Prayitno, S.Pd.SD
SD Negeri 3 Tlahap Kidul
5
Agung Santosa
SD Negeri 2 Krangean
6
Hadi Siswoyo, S.Pd.SD
SD Negeri 3 Sirau
7
Vivi Enggar Susanti
SD Negeri 1 Nangkasawit



1
Didik Wahyu Utomo, S.Pd.I
SMP Negeri 6 Satap Rembang
2
Agus Pribadi, S.Si
SMPN 5 Mrebet
3
Dwi Hatmoko, M.Pd
SMPN 2 Purbalingga
4
Bagus Suharsono, S.Pd
SMPN 2 Bojongsari
5
Eka Setya Budi, S.Pd
SMPN 2 Purbalingga
6
Aris Budiman, S.Pd, M.Pd
SMPN 4 Mrebet
7
Aris Khaerudin, S.Pd
SMPN 2 Kertanegara
8
Nokman Riyanto, S.Pd
SMPN 2 Bojongsari
9
Sumaryo, S.Pd
SMPN 1 Mrebet
10
Rosi Achmad, S.Pd
SMPN 1 Kalimanah
11
Tri Hartono
SMPN 1 Pengadegan



1
Drs. Ari Handoko
SMK Negeri 1 Bukateja
2
Jeffry Prayitno S.Kom
SMK YPLP Purbalingga

Hidup PGRI!
Jayalah Guru Indonesia!.[AP]
Share:

Selasa, 15 November 2016

Cerita Pendek yang Sejati


(Apresiasi Atas Cerpen “Anak ini Mau Mengencingi Jakarta?” karya Ahmad Tohari)
Oleh Agus Pribadi*
Membaca cerpen “Anak ini Mau Mengencingi Jakarta?” karya Ahmad Tohari -yang dimuat Kompas, 13 September 2015- seperti membaca cerita pendek (cerpen) yang sejati. Dalam artian cerpen yang sebenar-benarnya cerpen.
Gambar Pixabay.com
Cerpen ini bercerita tentang kehidupan tiga orang warga penghuni pinggiran rel kereta api di Jakarta dengan segala suka dukanya dalam menikmati sepotong waktu (pagi hari). Digambarkan seorang bapa yang sedang menyuapi mi instan rebus pada anak lelakinya yang berusia lima tahunan, sementara emak si bocah atau entah siapanya sedang tertidur karena barangkali semalam sudah lelah bekerja. Kehidupan wong cilik, kaum papa, atau orang-orang yang terpinggirkan itu barangkali terpotret oleh penumpang, petugas kereta api, dan pramusaji yang sedang membuang bungkusan sisa makanan tepat di dekat ketiga kaum papa tersebut. Hal itu terjadi saat kereta malam dari timur arah Jakarta sedang berhenti. Anak kecil itu sebenarnya tertarik untuk mengambilnya namun ia kalah cepat dengan seekor anjing yang baru saja kencing di tempat itu. Pada akhir cerita si ayah memikirkan ucapannya pada anaknya. Ucapan yang mengatakan anaknya boleh kencing di mana pun di Jakarta asal tidak di dekat punggung emaknya. Dan mereka bertiga pun meninggalkan tempat itu agar tidak menjadi tontonan orang lain.
Ada beberapa alasan yang membuat cerpen tersebut merupakan cerpen yang sejati :
Pertama, cerpen ini mengandung keganjilan atau ironi. Sebagaimana menurut Agus Noor dan Seno Gumira Ajidarma, bahwa sebuah cerpen hendaknya mengandung hal tersebut. Perhatikan petikan cerpen tersebut di bawah ini :
”Nah, dengar ini! Kamu boleh kencing di mana pun seluruh Jakarta; di Menteng, di pinggir Jalan Thamrin, di lapangan belakang Stasiun Gambir, di sepanjang gili-gili Kebayoran Baru, juga boleh kencing di Senayan. Dengar itu?”
Paragraf di atas merupakan kalimat yang diucapkan oleh tokoh bapa kepada anaknya yang berumur lima tahunan, di sampingnya ada emaknya atau entah siapanya yang sedang tertidur. Ketiganya adalah warga yang tinggal di pinggiran rel kereta api di sebuah tempat di Jakarta. Sungguh, sebuah keganjilan sekaligus ironi, ketika seorang anak sambil disuapi mi instan rebus oleh bapanya bercanda ria hingga memunculkan percakapan seperti itu. Seperti pemandangan yang sangat kontras dengan magnet hingar bingar dan gemerlap kemewahan kota Jakarta yang mampu menyihir banyak orang untuk mengadu nasib ke kota itu. Kehidupan dan percakapan wong cilik, kaum papa, orang terpinggirkan begitu merdeka meski jika didengar oleh orang lain barangkali bisa memiliki makna yang beraneka macam tergantung dari siapa yang mendengarnya. Barangkali mereka-para kaum papa itu- tak mau tahu atau benar-benar tak tahu atau tak menyadari setiap ucapan yang keluar dari mulutnya karena bagi mereka yang penting bisa gembira dan merdeka meski hidup jauh dari kata standar minimal.
Kedua, cerpen ini berkisah dalam selang waktu ketika kereta berjalan, berhenti, kemudian akan berjalan lagi. Barangkali hanya sekitar setengah atau satu jam. Dalam waktu yang singkat itu Ahmad Tohari berhasil menarasikan dan mendeskripsikan alur, plot, latar tempat, latar gerak tubuh tokoh hingga menggelitik bahkan merangsang imajinasi pembaca. Barangkali ini hanya bisa dituliskan oleh penulis yang sudah berpengalaman. Sebagaimana Ahmad Tohari sudah berpengalaman menulis cerita pendek sejak tahun 1970an sampai sekarang. Sungguh, sebuah jam terbang yang menunjukkan pengalaman, dedikasi, dan konsistensi yang sudah teruji dan terbukti dalam mendarma baktikan karyanya di bidang prosa. Meski mengandung berbagai variasi penulisan, namun sebagian pendapat mengatakan bahwa sebuah cerpen mengandung sebuah kejadian yang singkat. Dan cerpen ini telah memenuhinya.
Ketiga, Ahmad Tohari tidak sekadar menulis cerita dengan segala imajinasi dan kepiawaian mendongeng, dan menabur diksi. Ibarat mendongeng, Ahmad Tohari tidak sekadar mendongeng hal-hal yang kosong dan mengawang-awang yang boleh jadi akan cepat dilupakan pembacanya. Lebih dari itu, Ahmad Tohari senantiasa membawa pesan-pesan agung dalam setiap cerpen yang ditulisnya termasuk cerpen ini. Perhatikan penggalan cerpen ini :
....Mata anak yang masih sejati itu bergulir-gulir mengikuti gerak ayunan tangan ayahnya yang menjimpit kantung mi istan....
Narasi yang dituliskan Ahmad Tohari mampu menyingkap dunia batin yang paling suci dari tokoh-tokoh rekaannya, termasuk tokoh bocah lima tahunan itu melalui kata-kata “mata anak yang masih sejati.”
Ahmad Tohari merupakan cerpenis yang sangat konsisten dengan visi kepengarangan dunia batin orang-orang kecil, kaum papa, dan kaum yang terpinggirkan. Mengenai dunia batin tokoh-tokoh rekaan Ahmad Tohari juka pernah diulas oleh S Prasetyo Utomo. Ahmad Tohari pun mengaku kurang tertarik menuliskan cerpen tentang dunia yang berkebalikan dengan dunia yang menjadi visi kepangarangannya selama ini. Salam takzim untuk Ahmad Tohari.[]

cerpen tersebut dapat diibaca di sini

Share:

Sabtu, 12 November 2016

Pramuka, Pendidikan Karakter, dan Semangat Kebangsaan


Oleh Agus Pribadi
Pramuka merupakan gerakan kepanduan di Indonesia yang tetap eksis sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai sekarang. Posisinya di Indonesia semakin kuat dengan lahirnya Undang-undang tentang Kepramukaan.
Arah gerakan Pramuka dapat dilihat dari syair lagu Hymne Pramuka :
Kami Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satyaku Kudarmakan
Darmaku kubaktikan
Agar Jaya Indonesia
Indonesia Tanah Airku
Kami jadi pandumu
Dari lagu tersebut diketahui Pramuka hendak dijadikan kader pembangunan yang bermoral Pancasila.



Melihat arah gerakan Pramuka yang hendak menjadikan kader pembangunan yang bermoral Pancasila, sungguh mempunyai peran yang sangat strategis bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Kader pembangunan berarti Pramuka ikut berperan serta aktif dalam kegiatan pembangunan dan juga bersama-sama dengan itu berperan aktif dalam menumbuhkan tunas-tunas bangsa (perkaderan).
Bermoral Pancasila berarti Pramuka membentuk manusia khas Indonesia yang bermoral berdasarkan Pancasila. Manusia khas Indonesia berarti manusia yang hidup di bumi Indonesia dengan segala latar sosial dan budayanya. Bermoral Pancasila berarti ber-Ketuhanan, berkemanusiaan, menjaga persatuan, bergotong royong, berkeadilan sosial.
Namun demikian kenyataan di lapangan mengenai gerakan Pramuka terkadang cukup memprihatinkan. Seragam Pramuka yang dikenal juga dengan Korjasena memang telah memasyarakat, namun demikian seragam tersebut belum tentu menjadi kebanggaan bagi setiap generasi muda Indonesia.
Di sekolah-sekolah, banyak sekolah yang menjadikan Pramuka sebagai kegiatan wajib bagi peserta didik. Meskipun telah diwajibkan, Pramuka belum menjadi kegiatan favorit bagi generasi muda kita. Kegiatan-kegiatan Kepramukaan yang ada banyak yang masih terkesan formalitas semata.
Jika kegiatan kepramukaan tidak menjadi kegiatan wajib di sekolah-sekolah bisa jadi banyak yang tidak memilih Pramuka. Bisa jadi generasi muda kita lebih suka hal-hal yang sedang populer, misalnya Facebook, Twitter, K-Pop, dan sebagainya. Ini merupakan tantangan bagi Pramuka ke depan. Bagaimana agar Pramuka bisa tetap diminati bagi generasi muda sesuai dengan zamannya.
Pendidikan Karakter
Pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan dan memasyarakatkan pendidikan karakter. Berlatar degradasi moral, maka pemerintah perlu menyelamatkannya melalui pendidikan karakter.
Sebuah ironi di saat Pramuka-yang penuh dengan pendidikan karakter- sedang terus dihidupkan, sementara itu pendidikan karakter juga digencarkan. Pramuka sebagai gerakan moral Pancasila tentu sudah tidak diragukan lagi peranannya. Sedangkan pendidikan karakter merupakan hal yang masih kurang begitu jelas bentuknya. Sebelum digalakan pendidikan karakter, sebenarnya pendidikan kita sudah menggalakan pendidikan karakter. Bahkan jauh sebelumnya sudah ada sekolah-sekolah yang menjadikan pelajaran Budi Pekerti sebagai muatan lokal.
Dan akan menjadi sebuah paradoks yang memprihatinkan jika gerakan Pramuka kian luntur, sementara mulai dihidupkan kembali pendidikan karakter. Sesuatu yang banyak menguras energi kita semua tentunya.
Gerakan Pramuka idealnya menjadi salah satu penopang dari pendidikan karakter yang sangat strategis. Pramuka dapat dikatakan lengkap-lengkip baik teori maupun praktik dalam membentuk karakter manusia Indonesia. Manusia yang ber-Tuhan tanpa merasa benar sendiri. Manusia yang berkepribadian Indonesia. Manusia yang mengembangkan cinta kasih dan perdamaian. Manusia yang menjunjung tinggi Merah Putih.
Semangat Kebangsaan
Diantara arus globalisasi. Arus yang membawa beraneka limbah yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang luhur dan bersahaja.
Diantara berbagai persoalan sosial politik dan bidang lainnya di dalam negeri. Permasalahan yang terkadang dapat mengancam persatuan kesatuan, keamaan, kemajemukan bangsa.
Pramuka menjadi salah satu gerakan yang tetap konsisten dalam mejaga dan mengobarkan semangat kebangsaan. Api unggun yang kerap dinyalakan dalam kegiatan kepramukaan seakan menjadi lambang semangat kebangsaan yang senantiasa berkobar di bumi Indonesia

.............
Kalau hari sudahlah petang
Tenang di hati datang
Waktu berapi unggun tiba
Saat bersuka ria
Kita duduk berlingkar-lingkaran
Tak ada mula akhirnya
Lingkaran persaudaraan
Kita kuat eratkan
.............................(Lagu OAIO)

Share:

Tips Gemar Membaca


Oleh Agus Pribadi
Dapat dikatakan setiap penulis merupakan pembaca juga. Penulis banyak membaca buku, majalah, koran, dan lainnya. Hal itu dilakukan untuk menambah referensi tulisannya. Penulis juga membaca tulisannya sendiri sebelum diedit dan ditampilkan untuk pembacanya.
Namun demikian kadar membaca seseorang berbeda-beda. Ada yang “kutu buku”, ada yang sedang-sedang saja, ada juga yang jarang membaca.
Gambar Pixabay.com
Di bawah ini saya sajikan tips sederhana gemar membaca.
1.      Mulailah membaca bacaan yang disenangi
Membaca bisa menjadi pekerjaan yang menyiksa diri jika dilakukan dengan terpaksa atau dengan rasa tidak suka. Sebaliknya membaca bisa menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan jika apa yang dibacanya merupakan sesuatu yang disukainya. Berdasarkan hal di atas, menumbuhkan gemar membaca dapat dimulai dari bacaan yang disukai. Setelah itu baru merambah ke bacaan lainnya yang diperlukan sesuai tujuan pembacanya.

2.      Tanamkan tujuan yang kuat sebelum membaca
Tujuan yang kuat bisa menjadi pemicu seseorang untuk mencari bacaan yang menjadi tujuannya itu. Misalnya seseorang ingin menjadi cerpenis, tentunya bacaannya juga yang berkaitan dengan penulisan fiksi dan cerpen-cerpen karya penulis lain.

3.      Sediakan waktu khusus untuk membaca
Menyediakan waktu khusus untuk membaca bisa menjadi pendukung kegiatan membaca. Bagi seorang penulis, selain menyediakan waktu khusus menulis, hendaknya juga menyediakan waktu khusus membaca. Kegiatan membaca perlu juga dikondisikan agar hasilnya bisa lebih maksimal.

Demikian tips sederhana dari saya. Semoga bermanfaat.

Share:

Hukum I Newton Berlaku dalam Menulis


Oleh Agus Pribadi

            Menulis merupakan aktivitas yang bisa dilakukan oleh setiap orang dari segala kalangan. Apapun latar belakangnya, baik sastrawan, ilmuwan, politisi, maupun orang awam sekalipun melakukan kegiatan menuangkan pikiran dalam bentuk kata-kata ini.

Gambar Pixabay.com


            Meskipun menulis dilakukan oleh setiap orang dari berbagai bidang ilmu. Namun ternyata kegiatan menulis tidak melulu berkaitan dengan teori sastra, tata bahasa, maupun jurnalistik. Ternyata menulis juga berkaitan dengan salah satu Hukum dalam Fisika.

            Hukum I Newton berbunyi “Jika resultan gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol, maka benda yang mula-mula diam akan tetap diam dan benda yang mula-mula bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan.”

            Dalam kegiatan menulis, jika seseorang lama tidak menulis, ia akan kesulitan melakukan aktivitas tersebut seperti halnya yang pernah dilakukannya dulu. Hal ini dialami oleh teman saya, beberapa tahun yang lalu ia senang sekali menulis beberapa cerpen, puisi, juga artikel. Namun sekarang ia mengatakan sulit untuk menulis lagi karena telah beberapa lama berhenti atau jarang menulis lagi. Saya juga membaca di buku tentang menulis, ada penulis yang berhenti menulis cukup lama akan kesulitan untuk menulis lagi. Hal ini sesuai dengan benda yang mula-mula diam akan tetap diam.

            Sebaliknya, jika kegiatan menulis dilakukan secara rutin dan teratur, maka akan dapat semakin memperlancar si penulis. Saya merasakan sendiri, pada saat saya mulai rajin menulis mulai awal tahun ini sampai sekarang, saya telah menghasilkan banyak cerpen, serta tulisan lainnya. Dalam forum kompasiana ini juga dapat kita lihat tulisan berkualitas dari orang-orang yang rutin dan teratur terpajang di kompasiana. Jika kita sering berkunjung di kompasiana, tentu kita tahu siapa saja orang-orang itu. Hal ini sesuai dengan benda yang mula-mula bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan.

            Jenis penulis kedua ini yang tentu kita inginkan. Hukum I Newton bisa menjadi pengingat untuk kita tetap menghasilkan tulisan berkualitas secara rutin dan teratur. Semoga.

Share:

Generasi Teks Book


Oleh Agus Pribadi
Ketika seorang guru bertanya kepada seorang siswa, kemudian siswa itu berusaha menjawab pertanyaan dengan mencari-carinya dalam buku catatan atau buku cetak. Apa yang dicarinya baru ditemukannya setelah sang guru menunggu beberapa menit. Dengan lantang siswa itu membacakan jawaban pertanyaan gurunya. Sang guru pun memberi pujian : bagus!
Gambar Pixabay.com
Kejadian di atas merupakan gambaran sederhana dari generasi teks book. Generasi yang kurang percaya diri terhadap pikirannya sendiri, karena itu harus mengandalkan catatan dalam buku. Generasi yang  tidak pernah atau jarang memproduksi pemikiran-pemikiran yang murni datang dari pikirannya, meskipun sebuah gagasan sangat sederhana sekalipun. Generasi yang menghafal kata-kata dan kalimat yang ada di buku tanpa mencerna dan mengungkapkannya kembali dengan gagasan dan bahasanya sendiri.
Generasi teks book lahir dari sebuah kekakuan dan keseragaman. Kekakuan dalam memandang sebuah persoalan, bahwa hanya ada jawaban tunggal untuk menjawab suatu pertanyaan. Jawaban itu harus sama persis dan tidak boleh berbeda. Keseragaman dalam sudut pandang terhadap suatu masalah. Bahwa masalah tertentu harus dipecahkan dengan jawaban tertentu pula yang sama untuk setiap orang.
Jika generasi teks book bertemu gurunya di jalan, kemudian ditanya oleh gurunya itu. Lantas ia berlari ke rumahnya yang cukup jauh hanya untuk membuka buku dan mencari jawabannya. Setengah jam kemudian siswa tersebut menemui gurunya di jalan dan membacakan keras-keras jawabannya dari sebuah buku yang dibawanya. Bukan kejeniusan yang terlihat di sana, melainkan sebuah keganjilan.
Memutus Generasi Teks Book
Gambaran kejadian di atas dalam kenyataannya mungkin tidak sepenuhnya seperti itu. Namun jika para siswa lebih senang menghafal dari pada menghayati, dan lebih suka menjawab sama seperti buku dari pada menjawab dengan bahasanya sendiri. Hal itu dapat mengarah pada generasi teks book. Apalagi jika guru kerap memberikan soal pilihan ganda yang kurang menggali gagasan murni siswa. Hal itu semakin menyuburkan siswa menjadi generasi teks book.
Sebelum generasi muda kita menjadi generasi teks book yang dapat memasung kreativitasnya, maka perlu segera diputus hal-hal yang mengarah pada terciptanya keadaan tersebut. Setidaknya ada dua hal yang dapat memutus generasi teks book, yaitu 1) mengkondisikan siswa untuk menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, dengan pikiran murninya sendiri tanpa terbelenggu dengan buku dan hafalan; 2) melatih kemampuan siswa untuk menuangkan gagasannya melalui tulisan.
Berkaitan dengan solusi pertama untuk memutus generasi teks book, soal-soal pilihan ganda memang tidak sepenuhnya kurang baik, namun porsinya perlu dikurangi. Di sisi lain, soal-soal uraian perlu diperbanyak dengan jawaban yang tidak harus sama dengan buku referensi yang ada. Biarkan siswa mengekspresikan dan menggali gagasan murninya sendiri. Bisa jadi gagasan murni itu terinspirasi dari tulisan yang ada pada buku tetapi tidak dituliskannya mentah-mentah, melainkan melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Dari proses tersebut akan mengalir gagasan segar dari pemikiran murni siswa, meski hanya sebuah gagasan sangat sederhana sekalipun. Hal itu akan lebih bermakna dari pada gagasan muluk hasil copy paste dari sebuah buku.
Diskusi tentang suatu hal juga akan melatih kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya sendiri melalui lisan. Dalam diskusi, siswa belajar memberi dan menerima pemikiran siswa lain. Siswa akan terbiasa berinteraksi dengan gagasan-gagasan yang ada. Hal itu akan melatih sikap terbuka dan fleksibel yang ada pada diri siswa.
Berkaitan dengan solusi kedua dalam memutus generasi teks book, perlu dibudayakan kemampuan menulis siswa. Menulis bukan hanya milik pelajaran bahasa Indonesia semata. Namun pelajaran apapun dapat berkaitan dengan dunia tulis menulis siswa.
Melatih siswa menuliskan gagasannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran akan menumbuhkan kreatifitasnya. Rasa percaya diri siswa pun akan semakin tumbuh seiring kemampuannya dalam menuangkan gagasannya melalui tulisan.
Membiasakan siswa menulis akan menumbuhkan minat siswa dalam membaca buku-buku yang dijadikan referensi apa yang akan dia tulis. Hal itu akan membawa manfaat lain, yaitu minat baca siswa yang semakin tinggi.
Memutus generasi teks book, harapannya akan terlahir generasi kreatif. Generasi yang percaya diri dan bangga dengan hasil karya dan pemikirannya sendiri. Generasi yang mampu memecahkan persoalan yang datang tidak menentu di hadapannya. Generasi yang mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman yang sangat cepat perubahannya. Semoga. []

Share:

VIDEO PEMBELAJARAN

Frequency Counter Pengunjung

Artikel Terbaru

LINK SAYA

Komentar Terbaru

Konsultasi IPA